Sukses

Sepekan Bupati Rachmat Ditahan, Roda Pemerintahan Bogor Terganggu

Hingga kini, pihak pejabat pemerintah Kabupaten Bogor mengaku belum sempat menemuinya.

Liputan6.com, Bogor - Sudah lebih dari sepekan Bupati Bogor Rachmat Yasin berada di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hingga kini, pemerintah daerah Kabupaten Bogor mengaku belum sempat menemuinya.

Hal tersebut dikatakan Wakil Bupati Bogor Nurhayati di Kompleks Pemerintahan Daerah Bogor, Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jumat (16/5/2014).

Menurut Nurhayati, dengan masih belum bisa dipertemukannya antara pemerintah daerah kabupaten Bogor dengan Bupati Rachmat Yasin membuat roda pemerintahan sedikit terganggu.

"Ada beberapa kebijakan yang memang memerlukan tanda tangan beliau (RY) yang saat ini belum ditanda tangani," kata Nurhayati di Kantor Bupati Bogor.

Nurhayati menambahkan, pemerintah daerah kabupaten Bogor sudah mengajukan surat ke KPK untuk bertemu sang Bupati sejak Senin 12 Mei 2014 kemarin. "(Tapi) kami belum mandapatkan surat balasan dari KPK, hingga saat ini," paparnya.

Ia juga menambahkan terkait pendampingan hukum bagi tersangka Rachmat Yasin sudah sepenuhnya dilimpahkan kepada keluarga untuk penunjukan pengacara.

"Sudah ada pengacara dari keluarga, sedangkan pemerintah akan memberikan pendampingan bila yang bersangkutan meminta," jelas Nurhayati.

Nurhayati menyatakan Pemda Bogor sangat menghormati proses hukum yang sedang dilakukan KPK. "Saya dengan rekan-rekan Pemkab Bogor menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah dan kami serahkan proses hukum ini ke KPK," pungkas Nurhayati.

KPK telah menetapkan Bupati Bogor Rachmat Yasin sebagai tersangka sejak Kamis 8 Mei 2014 lalu. Selain politisi PPP itu, KPK juga telah menetapkan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemkab Bogor M Zairin dan pegawai PT Bukit Jonggol Asri (BJA) Francis Xaverius Yohan Yap sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, Rachmat sebagai Bupati Bogor diduga menerima uang suap Rp 1,5 miliar dari pihak swasta, yakni PT Bukit Jonggol Asri terkait dengan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektare di Bogor. Tak cuma itu, Rachmat juga diduga menerima uang Rp 3 miliar terkait rekomendasi tersebut.

Oleh KPK, Rachmat dan Zairin dijerat dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.