Sukses

Perjalanan Kasus Korupsi Haji yang Menyeret SDA Sang Menteri

Kasus ini bermula dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).

Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Ketua KPK Abraham Samad yang menyebut dalam waktu dekat akan ada tersangka kasus korupsi haji terbukti. KPK kini menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali atau SDA sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun anggaran 2012-2013.

Oleh KPK, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana.

Pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 tersebut intinya melakukan penyalahgunaan kewenangan secara melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Sehingga dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Kasus ini bermula dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK sejak awal 2013 sudah menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) tentang penyelenggaraan ibadah haji.

PPATK mengindikasikan terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Kementerian Agama (Kemenag) sebesar Rp 80 triliun dengan bunga sekitar Rp 2,3 triliun sepanjang 2004-2012.

PPATK menjelaskan, dana Rp 80 triliun dalam penyelenggaraan ibadah haji ditempatkan pada bank tanpa ada standarisasi penempatan yang jelas.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sempat mengungkapkan, penyelidikan yang berlangsung fokus pada 3 hal. Pertama, terkait biaya penyelenggaraan ibadah haji. Kedua, yang berkaitan dengan akomodasi serta pengadaan barang dan jasa.

Ketiga, kemungkinan berkaitan dengan orang-orang yang mendapatkan fasilitas-fasilitas untuk pergi ke sana yang tidak sesuai ketentuan. KPK menargetkan penyelidikan dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji dinaikkan ke penyidikan pada 2014.

KPK juga telah mengirimkan tim ke Madinah dan Mekah untuk melakukan pengecekan langsung untuk katering dan akomodasi dalam ibadah haji.

Pemeriksaan Suryadharma Ali dan Anggito Abimanyu

Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa Menteri Agama Suryadharma Ali dan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Anggito Abimanyu.

Suryadharma diperiksa KPK pada Senin 6 Mei. Saat itu dia mengaku ditanya mengenai isu mengenai adanya sejumlah anggota Komisi VIII DPR yang melakukan bisnis terkait penyelenggaraan haji di kementeriannya. Pria yang akrab disapa SDA juga mengaku dicecar ihwal pemondokan jemaah haji yang dijadikan tempat tinggal selama di Mekah dan Madinah.

Dia juga mengatakan, penetapan dana haji melalui DPR, berapapun angkanya. Audit dana haji juga selalu dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun ia mengaku lupa berapa anggaran dana haji yang diajukan ke DPR. Dia membantah adanya anggaran untuk membiayai haji keluarga pejabat Kemenag.

Anggito juga memenuhi panggilan KPK dengan datang pada Rabu 19 Maret 2014. Saat itu dia membawa map bertuliskan 'Laporan Keuangan Penyelenggaraan Haji'. Anggito mengaku ditanya mengenai katering, pemondokan dan transportasi. Dia juga banyak diminta keterangan mengenai penyelenggaraan haji 2012.

Anggito menegaskan, yang mengadakan pelayanan di Arab Saudi adalah kuasa pengguna anggaran yaitu kantor urusan haji di Arab Saudi.  Sementara fungsi menteri, fungsi dirjen itu lebih banyak pada regulasi tata kelola dan prosedur.

KPK juga telah memeriksa mantan Ketua Komisi VIII DPR (Komisi Agama) Hasrul Azwar dan mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Jazuli Juwaini.

Saat dipanggil pada 6 Februari, Jazuli mengaku tidak diperiksa sebagai saksi, dan hanya diminta mengenai masukan serta hanya melengkapi keterangan beberapa orang lain.

Begitu juga dengan Hasrul Azwar. Dia mengaku ditanya mengenai mekanisme Komisi VIII dalam menetapkan Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH). Dia mengatakan, BPIH dalam undang-undang dibahas dan ditetapkan oleh DPR bersama pemerintah. Kemudian ditindaklanjuti oleh presiden melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Dia juga ditanya mengenai perumahan haji di Mekkah. Ia menjelaskan, keterlibatan DPR hanya ingin mengetahui harga perumahan yang masuk dalam ongkos haji. (Mvi)

Video Terkini