Sukses

Ahok Kritik Konsep Pasar Tradisional-Toko Modern

Menurut Ahok, antara pelaku usaha kecil dengan pelaku usaha besar justru harus berada berdampingan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengkritik teori penentuan jarak lokasi bangunan pasar tradisional dengan pusat belanja modern. Pria yang karib disapa Ahok itu menilai konsep pemisahan tersebut tidak sesuai.

"Itu semua ruang terbuka, teorinya itu teori terbalik. Mal sama pasar tradisional jaraknya sampai berapa ratus meter baru boleh. Kayaknya bener kan? Salah teori itu," ujarnya di Balaikota Jakarta, Rabu (28/5/2014).

Karena, menurutnya, antara pelaku usaha kecil dengan pelaku usaha besar justru harus berada berdampingan. Pusat belanja modern menurutnya seharusnya menyediakan tempat bagi pedagang kecil dan menengah. Seperti yang diterapkan Mal Gading Serpong.

Karena pengunjung di mal, misalnya, yang umumnya dari kalangan atas biasanya membawa serta sopir atau pengasuh. Maka, di mal-mal bisa terdapat tempat bagi pelaku usaha kecil menengah untuk kalangan tengah dan bawah.

"Yang bener, mesti simbiosis mutualisme. Harusnya digabung. Yang penting itu bukan soal jaraknya, yang penting pasar tradisional lu jangan pungut 2 tahun di muka dong kayak mal. Orang kecil nggak sanggup. Kalau bikin harian ya sanggup," jelas Ahok.

Ketentuan mengenai jarak bangunan pasar tradisional dan pertokoan modern, tercantum dalam peraturan presiden RI Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pembelanjaan dan Toko Modern Pasal 3 ayat (2). Memuat batasan luas lantai penjualan Toko Modern.

Berikut isinya:

Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi)

Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter per segi)

Hypermarket, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi)

Department Store, diatas 400 m2 (empat ratus meter per segi)

Perkulakan, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi).

Video Terkini