Liputan6.com, Jakarta - Mantan menteri luar negeri Hassan Wirajuda hadir dalam persidangan kasus dugaan korupsi pelaksanaan kegiatan pertemuan dan sidang internasional di Kementerian Luar Negeri selama 2004-2005. Dia hadir sebagai saksi untuk mantan sekjen Kemenlu Sudjadnan Parnohadiningrat.
Dalam kesaksiannya, Hassan mengaku sebagai menteri luar negeri, ia menyelenggarakan kegiatan internasional itu berdasarkan instruksi presiden.
"Karena emergency situation setelah peristiwa 9/11 dan tsunami di Aceh, jadi kita kreatif guna penuhi instruksi Presiden Megawati dilanjutkan SBY, untuk melakukan konfrensi," kata Hassan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Hassan menjelaskan, selain tsunami Aceh, ada peristiwa bom Bali yang membuat situasi Indonesia saat itu dalam kondisi tidak aman di mata dunia. Karenanya, Kemenlu yang saat itu masih bernama Departemen Luar Negeri, menyelenggarakan kegiatan internasional guna memulihkan kepercayaan negara-negara lain terhadap Indonesia.
"Dalam arahan pimpinan (presiden), kita berikan arahan untuk konfrensi," ucap Hassan. Dia melanjutkan, anggaran untuk pelaksanaan kegiataan itu berasal dari APBN. Namun Hassan membantah, dana dari APBN untuk pelaksanakan kegiatan itu diselewengkan.
"Saya tidak tahu teknisnya ada anggaran Deplu yang dibintangi. Tapi saya duga itu berada di bawah Kesekjenan," ujar Hasan.
Dia tidak membantah telah memberikan arahan kepada panitia penyelenggara kegiatan yang berujung korupsi tersebut. Dia mengklaim, hanya memberikan arahan yang sifatnya untuk kesuksesan pengembalian kepercayaan negara luar kepada Indonesia.
"Saya tidak memberikan arahan secara tertulis. Tapi saya ingat memberikan perintah terhadap fungsi-fungsi tertentu yang bersifat misi diplomatik. Tradisinya memang begitu, hal-hal yang menyangkut protokol," kata Hassan.
Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri, Sudjadnan Parnohadiningrat, didakwa melakukan tindak pidana korupsi Rp 4,570 miliar, dalam pelaksanaan kegiatan 12 pertemuan dan sidang internasional oleh Kemenlu selama 2004-2005.
Dalam dakwaan disebutkan, dari Rp 4,570 miliar itu, Rp 300 juta diambil untuk kepentingan Sudjadnan sendiri. Sisanya, Sudjadnan memberikan untuk memperkaya orang lain. Di antaranya Kepala Biro Keuangan Kemenlu Warsita Eka Rp 15 juta, Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekjen Kemenlu I Gusti Putu Adnyana Rp 165 juta, Kepala Bagian Pengendali Anggaran Sekjen Kemenlu Suwartini Wirta Rp 165 juta, dan Sekretariat Jenderal Kemenlu Rp 110 juta.
Tak cuma itu, Hassan Wirajuda juga kecipratan hasil dugaan korupsi yang dilakukan Sudjadnan. Hassan yang saat kasus itu terjadi menjabat menteri luar negeri, kebagian dana Rp 440 juta dari Sudjadnan.
Atas perbuatannya itu, Sudjadnan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Berdasar ketentuan pasal tersebut, Sudjadnan terancam hukuman pidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara. (Mut)