Sukses

Ruhut: Kodok Pun Tahu Anas Ambisi Nyapres

"Makanya sekarang diketawain kodok dia itu," kata Ruhut.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjalani sidang perdana kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji (gratifikasi) proyek Hambalang dan proyek-proyek lain serta dugaan pencucian uang. Dalam pembacaan dakwaan Jaksa mengatakan, Anas berambisi menjadi presiden RI. Karena itu, dia membutuhkan dana besar sebagai persiapan untuk mewujudkan ambisinya tersebut. Guna menopang keinginannya itu, Anas menjadikan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya.

Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul pun membenarkan pernyataan jaksa terhadap Anas. "Sudah betul itu jaksanya pintar itu. Kodok pun tahu kalau Anas itu ambisi nyapres. Makanya sekarang diketawain kodok dia itu," kata Ruhut saat dihubungi di Jakarta, Jumat (30/5/2014).

Ruhut mengatakan, saat mulai menjadi kader Demokrat, Anas sudah terlihat ambisius. Ambisinya kian tampak saat Anas berhasil menjabat Ketua Umum Demokrat. "Jadi begini, dia itu ketika di Demokrat memang sangat ambisius," imbuhnya.

Bahkan, jabatan sebagai Ketum Partai Demokrat, dinilai terlalu cepat dicapai oleh Anas. Seharusnya, lanjut Ruhut, dalam berkarir di dunia politik, Anas harusnya tak terlalu ambisius.

"Makanya kubilang, jangan terlalu buru-burulah kalau mau mencapai yang terbaik. Harus dari bawah dulu," tandas Ruhut.
‪
Jaksa KPK Yudi Kristiadi sebelumnya mengatakan Anas berkeinginan menjadi pemimpin nasional yaitu Presiden RI. Sehingga butuh biaya besar dan memerlukan kendaraan politik. Maka Anas memutuskan bergabung dengan Partai Demokrat dan menjadi Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Politik.

Anas, lanjut Jaksa, berniat menjadi Presiden RI setelah tak lagi menjabat Komisioner KPU periode 1999-2004. Dari KPU, ia kemudian bergabung ke Partai Demokrat.

Pada 2004, Anas terpilih menjadi anggota DPR periode 2004-2009 dan kemudian menjadi ketua fraksi Partai Demokrat. Dengan jabatannya itu, Anas memiliki wewenang besar untuk mewujudkan mimpinya jadi Presiden.

Dengan jabatannya itu, lanjut Jaksa, Anas dapat mengatur proyek-proyek negara yang dibiayai APBN. Dari proyek-proyek itulah, Anas mulai mengumpulkan dana untuk menjadi presiden. "Terdakwa kemudian menghimpun dana," kata Jaksa Yudi.

Dalam dakwaan disebutkan, Anas bersama Muhammad Nazaruddin bergabung ke Grup Anugerah yang berkantor di Jalan KH Abdullah Syafi'i, Tebet, Jakarta Selatan. Kantor itu berubah nama menjadi Grup Permai yang beralamat di Menara Permai, Jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan.

Tak cuma itu, istri Anas, Atthiyyah Laila, juga diketahui bergabung dengan Machfud Suroso sebagai Komisaris di PT Dutasari Citra Laras. (Mut)

Video Terkini