Sukses

245 WNI Masih Terancam Hukuman Mati, Terbanyak Kasus Narkoba

Mereka tersebar di beberapa negara.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berhasil memulangkan 2 warga negara Indonesia (WNI) di Arab Saudi yang terancam hukuman mati, Hariyanto bin Widiharjo warga asal Bantul, Yogyakarta dan Anang Waluyo Yanto bin Tupin asal Lumajang, Jawa Timur. Namun, masih ada 245 WNI lagi yang masih terancam hukuman mati. Mereka tersebar di beberapa negara.

"Total keseluruhan jumlah kasus yang dalam proses 245 terancam hukuman mati, sebagian besar kasus sindikat narkoba," kata Direktur Jenderal Perlindungan WNI Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kemenlu, Tatang Budie Utama Razak dalam jumpa pers di Kantor Kemenlu, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Senin (9/6/2014).

Tatang memaparkan, WNI yang terancam hukuman mati tersebut terdapat di Arab Saudi berjumlah 41 orang yang masih dalam proses. Sedangkan di beberapa negara Asia di antaranya Malaysia total terdapat 72 WNI yang masih diproses hukum.

"Di Arab Saudi seluruhnya sudah terbebas 50 orang, masih proses 41, di Malaysia 181 orang, yang terbebas 109 orang. Di RRT (China) proses 19, yang sudah bebas 26, di Iran ada 1 orang, yang sudah bebas 2 orang," papar Tatang.

"Di Singapura 3 orang dan yang sudah bebas 2 orang. Kalau di Brunei 1 orang proses, di UEA (Uni Emirat Arab) 1 orang masih proses dan di Thailand 1 orang masih proses," sambung dia.

Namun demikian, Tatang menegaskan, pihaknya akan terus mengupayakan bantuan hukum bari para WNI yang terancam hukuman tersebut. "Kami akan terus berusaha dan berupaya maksimal. Buktinya Anang dan Hariyanto yang sekarang berada di sini yang datang pagi tadi dari Arab Saudi," tandas Tatang.

Hariyanto bin Widiharjo dan Anang Waluyo Yanto bin Tupin boleh bernapas lega. Sebab 2 WNI ini dinyatakan bebas tidak bersalah, dan terhindar dari hukuman mati.

Kedua pria ini sebelumnya didakwa atas kasus pembunuhan pada peristiwa perkelahian massal dan pengeroyokan di bawah jembatan Kandara, Jeddah, Arab Saudi pada Maret 2010, yang menewaskan warga Sri Lanka bernama Fajeera Koukula.

"Awalnya karena tindakan pelecehan seksual terhadap WNI. Jadi orang Sri lanka nggak dikenal tiba-tiba datang meminta wanita Indonesia untuk `melayaninya`. Jelas saya nggak terima dan jadilah berkelahi," tutur Anang di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jalan Pejambon, Jakarta, Senin 9 Juni 2014.

Sejak pertama kali kasus tersebut disidangkan, pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) dengan dukungan pengacara Retainer Khudran Al-Zahrani terus mengawal persidangan dan memberikan pendampingan serta bantuan hukum bagi keduanya. Dalam 6 kali persidangan, keduanya menyangkal ikut terlibat dalam pembunuhan yang menyebabkan jatuhnya korban, warga Sri Lanka.

"Kita memang ikut tawuran, tapi saya nggak ngerasa membunuh. Kalau memang tidak membunuh, ya kita harus katakan tidak. Prinsip ini ternyata bermanfaat, sehingga saya dinyatakan tidak bersalah," ujar Anang.

Namun, Hariyanto dan Anang mengakui, saat kejadian sedang dalam keadaan mabuk usai mengonsumsi minuman keras.

Hakim pada sidang pengadilan Jeddah pada September 2013, kemudian menjatuhkan vonis penjara 2 tahun dan 200 kali cambuk atas dakwaan tersebut. Keduanya telah menjalani seluruh masa hukuman di Penjara Briman, serta mendapatkan 50 kali cambukan. Bersama dengan 2 orang lain yang merupakan warga negara Filipina.

"Berkat upaya keras pengacara KJRI Jeddah, kami terlepas dari dakwaan pembunuhan dan ancaman hukuman mati atas kasus tersebut," tandas Hariyanto.