Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan suap revitalisasi sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) Anggoro Widjojo mempertanyakan sikap KPK yang tidak langsung menangkap Menteri Kehutanan MS Kaban pada Agustus 2007 lalu.
Hal itu disampaikan Anggoro saat Jaksa Penuntut Umum pada KPK menanyakan isi SMS perihal permintaan uang MS Kaban kepada dirinya. "Kenapa kok nggak ditangkap waktu itu? Dari KPK ke kantor dinas kan dekat sekali," ujar Anggoro Widjojo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/6/2014).
Selain itu, Anggoro juga protes dengan dakwaan Jaksa yang langsung menyimpulkan bahwa uang 15.000 yang dimaksud dalam isi SMS Kaban itu berupa dolar Amerika Serikat.
"Kemudian lucunya tanggal 7 Agustus saya baru beli valuta asing. Nah itu saya tolong dikasih buktinya. Ada nggak saya beli valuta asing? Kan Menteri, lagian juga jumlahnya kecil sekali, kasihan ini menteri, kalau cuma minta uang 15.000," beber Anggoro.
Namun, bukan pernyataan itu yang diinginkan Jaksa, melainkan keterangan Anggoro mengenai apakah dirinya pernah menerima pesan singkat dari MS Kaban yang memintanya menyerahkan uang.
"Pertanyaan saya adalah pernah nggak terima SMS dari MS Kaban? Itu aja," tanya Jaksa kepada Anggoro.
"Saya tidak ingat, dan mestinya enggak. Karena nggak normal menteri SMS begitu, apalagi minta," jawab Anggoro.
Didakwa Suap
JPU KPK mendakwa Anggoro dalam kasus dugaan suap proyek revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan periode 2006-2008.
Anggoro didakwa menyuap Ketua Komisi IV DPR periode 2004-2009 Yusuf Erwin Faisal, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan periode 2005-2007 Boen Mukhtar Poernama, dan Menteri Kehutanan periode 2004-2009 Malem Sambat Kaban.
Diduga suap kepada pejabat Dephut itu dilakukan Anggoro agar Dephut mau mengajukan rancangan anggaran proyek penghidupan kembali SKRT dan menunjuk PT Masaro Radiokom sebagai pelaksana pengadaan SKRT. Sementara suap kepada Komisi IV ditengarai agar meloloskan anggaran yang diajukan Dephut tersebut.
Dalam dakwaan disebutkan Anggoro memberi suap kepada nama-nama tersebut dengan uang Rp 210 juta dan Rp 925 juta, 220 ribu dolar Singapura, 92 ribu dolar Singapura, dan US$ 20 ribu, serta 2 buah elevator berkapasitas masing-masing 800 kilogram seharga US$ 50.581.
Pada dakwaan juga disebutkan, DPR menyetujui Rancangan Pagu Bagian Anggaran 69 Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) senilai Rp 4,2 triliun yang diajukan oleh Departemen Kehutanan tahun 2007. Adapun, proyek revitalisasi SKRT senilai Rp 180 miliar termasuk dalam rancangan anggaran GERHAN yang disetujui itu.
Sementara Kaban selaku Menhut menunjuk langsung PT Masaro Radiokom untuk pelaksanaan proyek pengadaan tersebut. Penunjukkan itu dilakukan Kaban usai mendapat usulan dari Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut saat itu, Wandjojo Siswanto yang sebelumnya sudah didekati lalu diiming-imingi uang oleh Anggoro melalui anak buahnya, Putranefo.
Dalam kasus ini, Anggoro didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. (Yus)
Anggoro: Kenapa KPK Tak Langsung Tangkap MS Kaban?
"Kenapa kok (MS Kaban) nggak ditangkap waktu itu? Dari KPK ke kantor dinas kan dekat sekali," ucap Anggoro.
Advertisement