Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang dugaan gratifikasi dengan terdakwa Anas Urbaningrum yang disebut menerima sebuah Toyota Harrier senilai Rp 670 juta. Sidang kali ini digelar dengan agenda mendengarkan tanggapan jaksa atas eksepsi Anas.
Dalam tanggapannya, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak eksepsi yang diajukan Anas. JPU menilai Anas terlalu berandai-andai dengan menarik dan membangun perkara hukum yang dihadapinya ke ranah politik.
Anas juga dinilai susah payah membangun logika pembenaran dan mengidentikkan posisinya sebagai korban pertarungan politik.
Menanggapi penolakan itu, Anas mengatakan tanggapan jaksa tak lebih dari analisis politik. "Kalau kepada saya dituduh membawa kasus hukum ini ke arah politik, justru yang tadi saya dengar dari JPU adalah analisis politik," kata Anas menanggapi JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2014).
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga tetap berkeyakinan bahwa eksepsi yang telah disusun dirinya dan kuasa hukumnya didasari atas fakta-fakta, termasuk kaitanya dengan politik. Meski begitu Anas mengaku menerima apa pun yang disimpulkan JPU.
"Betapa pun begitu‎ saya berterima kasih dan hormati tanggapan JPU terhadap eksepsi. Selebihnya bola ada di tangan majelis hakim, apakah majelis hakim akan menerima eksepsi saya atau majelis hakim menolak," ucap Anas.
Mantan Komisioner KPU ini juga menyatakan, majelis hakim di pengadilan memiliki tradisi menolak nota keberatan terdakwa. Namun Anas berharap majelis hakim di dalam putusan selanya bisa melakukan terobosan saat mencermati surat dakwaan.
"Itulah yang saya harapkan dan itu akan diucapkan oleh majelis hakim seminggu akan datang. Saya tidak tahu seminggu yang akan datang disampaikan apa, tapi apa pun saya menghormati itu," harap Anas.
Sebelumnya, dalam tanggapannya JPU mengatakan menolak nota keberatan (eksepsi) Anas Urbaningrum. JPU juga meminta majelis hakim melanjutkan pemeriksaan perkara. Bahkan, sejak awal JPU sudah mulai menyindir Anas.
JPU Yudi Kristiana mengatakan, Anas berusaha menggiring proses hukum ke ranah politik, dengan mengesankan menjadi korban politik. "Terdakwa dengan susah payah bangun logika pembenaran menjadi korban pertarungan poltik," kata Jaksa KPK.
Anas didakwa karena menerima gratifikasi proyek Hambalang dan proyek-proyek lain yang dibiayai APBN melalui Permai Group. Anas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengacu pada pasal tersebut, Anas terancam hukuman maksimal 20 tahun kurungan penjara. (Yus)