Liputan6.com, Bengkulu - Dalam 5 tahun terakhir, telah terjadi 395 kasus konflik antara Harimau Sumatra (panthera tigris sumatrae) dengan manusia di 9 provinsi di Sumatera. Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan Novianto Bambang Wawandono mengatakan, dari angka tersebut, Nanggroe Aceh Darussalam berada pada peringkat pertama dengan 106 kasus.
Sementara peringkat kedua di Provinsi Bengkulu dengan 82 kasus, diikuti Jambi 70 kasus, Lampung 47 kasus, Sumatera Barat 36 kasus, Riau 26 kasus, Ulu Masan Aceh 15 kasus, Sumatera Utara 11 kasus dan Sumatera Selatan 2 kasus.
"Selama 5 tahun sudah terjadi 395 kasus konflik antara manusia dengan harimau di Pulau Sumatera," ujar Novianto Bambang Wawandono, saat rapat Pertemuan Tim Koordinasi dan Tim Satuan Tigas Penanggulangan KOnflik antara Manusia dan Satwa Liar di ruang Rapat Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu, Kamis (12/6/2014).
Â
Konflik manusia dan satwa liar, kata Novrianto, berdampak menimbulkan kerugian harta benda, mengancam keselamatan jiwa manusia dan korban satwa. Terkait hal tersebut banyak ditemukan satwa yang mati mengenaskan akibat diracun, ditembak dan tersengat listrik.
"Kinerja penanganan konflik dinilai masih rendah sehingga perlu ditingkatkan," jelas Novianto.
Penyabab terjadinya konflik, jelas Novianto, habitat satwa liar bersinggungan atau tumpang tindih dengan areal pemukiman, perkebunan, pertanian serta lainnya. Selain itu, daya dukung kawasan tidak memadai seperti kebakaran dan perambahan kawasan hutan.
"70 hingga 80 persen populasi satwa liar berada di luar kawasan konservasi. Kawasan hutan juga telah dikonversi untuk pembangunan lainnya. Sehingga banyak habitat yang hilang terdegradasi dan terfragmentasi," pungkas Novianto. (Mut)
Kasus Manusia Vs Harimau Sumatra Terjadi 395 Kali, Terbanyak Aceh
Konflik terjadi lantaran habitat satwa liar telah bersinggungan dengan areal pemukiman, perkebunan, pertanian serta lainnya.
Advertisement