Sukses

Senin Lusa Akil Mochtar Dituntut JPU, KPK: Mungkin Seumur Hidup

Tuntutan jaksa kepada Akil sesuai dengan pasal yang disangkakan. Namun, Abraham belum bisa memastikan besaran tuntutan hukuman itu.

Liputan6.com, Bogor - Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar tak lama lagi akan menjalani sidang tuntutan. Mengenai hal itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengaku belum mengetahui tuntutan hukuman yang akan diajukan jaksa.

"Belum tahu persis," kata Abraham di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/6/2014).

Tapi, Abraham memberi isyarat bahwa Akil akan dituntut dengan hukuman yang berat, yakni hukuman pidana penjara seumur hidup. "Mungkin antara 20 tahun sampai seumur hidup," ujarnya.

Dia mengatakan, yang jelas tuntutan jaksa kepada Akil sesuai dengan pasal yang disangkakan. Namun, Abraham belum bisa memastikan besaran tuntutan hukuman itu.

"Makanya saya bilang, toleransinya itu antara 20 tahun dan seumur hidup. Jadi di situ kisarannya," kata dia.

Mantan Ketua MK Akil Mochtar akan menghadapi sidang tuntutan pada Senin 16 Juni mendatang. Akil didakwa menerima suap atau janji dari berbagai sengketa pilkada yang berperkara di MK, di antaranya sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten 2013 dan Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah 2013.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sudah mengisyaratkan Akil Mochtar akan dituntut dengan hukuman berat. "Senin KPK akan putuskan mengenai berapa hukuman kepada Akil. Kita ingin melihat jawaban masyarakat. Akil kira-kira pantasnya dihukum berapa (tahun)?" ujarnya.

Kepantasan hukuman itu, menurut BW, sebetulnya dapat dilihat dari 3 akibat besar dari kasus dugaan suap yang menjerat Akil. Mengingat, saat kasus dugaan suap itu terjadi, Akil masih menjabat sebagai Ketua MK sekaligus hakim konstitusi.

Menurut BW, dampak pertama adalah rusaknya citra MK sebagai lembaga penegak hukum. Apalagi MK adalah salah satu anak reformasi. Kedua, turunnya kepercayaan masyarakat terhadap produk MK yang dihasilkan terkait pilkada. Mengingat kasus Akil kian mengesankan bahwa kepala daerah bisa 'dibeli' di MK.

"Ketiga, upaya-upaya untuk membentuk citra hukum yang lain cukup hancur akibat kasus Akil," imbuh BW. Ketiga akibat itu menurut Bambang Widjojanto justru memberatkan Akil dalam proses hukum yang menjeratnya.