Sukses

KPAI: Penutupan Dolly Selamatkan Pembangunan Karakter Anak

"Jika setiap harinya anak disuguhi lingkungan dengan kultur PSK, maka berdampak negatif bagi perkembangan anak," ujar anggota KPAI.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menghargai penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya, Jawa Timur. Tindakan itu dinilai merupakan langkah tepat menyelamatkan perkembangan karakter anak-anak.

"Penutupan Dolly merupakan langkah maju. Apalagi banyak anak di daerah itu yang memasuki fase tumbuh kembang. KPAI menghargai langkah tersebut," ujarnya di Jakarta, Jumat 20 Juni 2014.

Dia mengemukakan, anak bukan sekadar membutuhkan makan. Tetapi juga membutuhkan lingkungan yang ramah untuk perkembangan mereka.

"Jika setiap harinya anak disuguhi lingkungan dengan kultur PSK (pekerja seks komersil), maka berdampak negatif bagi perkembangan anak," ujarnya.

Ia mengemukakan, ada beberapa catatan negatif mengenai keberadaan Dolly bagi anak, yakni sejumlah PSK diduga ada yang masih usia anak.

"Kemudian pergerakan aktivitas PSK terdapat unsur dugaan trafficking," ujarnya.

Selain itu, ia menilai, kultur PSK menimbulkan kecenderungan berpikir permisif bagi anak-anak yang tinggal di lingkungan Dolly. Sehingga berpotensi menginspirasi mereka melakukan hal serupa.

"Jika ada anak yang bekerja menjadi PSK, dan pemerintah membiarkan, maka bisa saja dipandang ada pembiaran yang memenuhi unsur perdagangan manusia," katanya.

Susanto menyayangkan masyarakat yang menolak penutupan tersebut dengan alasan ekonomi.

"Bukankah ada yang lebih penting dari ekonomi. Ini pembangunan karakter masyarakat dan bangsa untuk tidak melakukan seks bebas," ujarnya.

Lokalisasi Dolly dan Jarak ditutup oleh Pemerintah Kota Surabaya pada Rabu 18 Juni lalu, meski ada sebagian masyarakat setempat yang menolaknya.  Gubernur Jawa Timur Soekarwo memastikan 23 lokalisasi prostitusi di 22 kabupaten dan kota di Jatim yang masih beroperasi juga akan segera dialihfungsikan. (Ant/Sss)