Sukses

Kasus Penipuan, Sejumlah Dokumen Disita dari Rumah Bos Cipaganti

Rumah pasangan suami istri yang menjadi tersangka kasus penipuan digeledah polisi.

Liputan6.com, Bandung - Polisi menggeledah rumah pasangan suami istri Andianto Setiabudi serta Yulinda Tjendrawati yang menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan di perusahaan Cipaganti Group. Andianto merupakan Direktur Utama dalam usaha koperasi yang berperan sebagai pengawas dan Yulinda menjabat sebagai bendahara.

Sedangkan kediaman tersangka lain, Djulia Sri Rejeki yang menjabat Wakil Ketua dan merupakan Kakak Andianto tidak turut diperiksa, namun sejumlah kantor di beberapa tempat tidak luput dari penggeledahan.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Sayyidal Mursalin mengatakan, penggeledahan dilakukan di beberapa lokasi, di antaranya di Perumahan Kumala Garden Kota Bandung. Dari penggeledehan, polisi menyita sejumlah dokumen.

"Sudah 2 hari berturut-turut kami lakukan penggeledahan. Kita sudah izin juga ke Pengadilan Negeri (Bandung) untuk menggeledah," ujar Sayyidal saat ditemui di Bandung, Rabu (25/6/2014).

Dia menjelaskan, penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari barang bukti terkait 6 laporan dugaan penggelapan perusahaan bermodus koperasi yang berdiri sejak 2002. "Apa saja yang disita. Kita belum bisa sampaikan berapa jumlah pastinya," ucapnya.

Andianto, Yulinda dan Djulia merupakan petinggi yang ditahan pihak kepolisian terkait  kasus penggelapan dan penipuan yang dilakukan perusahaan Cipaganti kepada beberapa mitra usahanya.

Modus Penipuan

Modus yang digunakan oleh pelaku adalah dengan kegiatan koperasi yang bekerjasama dengan sekitar 8.700 mitra usaha yang ingin menanamkan modalnya dan terkumpul dana sekitar Rp 3,2 triliun.

Perusahaan ini menawarkan sistem bagi hasil keuntungan antara 1,6 % sampai 1,95 % per bulan tergantung tenor. Dana itu dikelola oleh koperasi untuk kegiatan perumahan, SPBU, transportasi, perhotelan, alat berat dan tambang.

Namun berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa dana mitra tersebut digunakan kepada PT CCG sebesar Rp 200 Miliar, PT CGT sebesar Rp 500 Miliar, PT CGP Rp 885 Juta. Keseluruhannya merupakan milik pelaku dengan kesepakatan bagi hasil 1,5% dan 1,75%.

Dalam perjalanannya, terhitung sejak Maret 2014, koperasi gagal bayar dan tidak berjalan dengan semestinya. Sedangkan sisa uang mitra tidak jelas penggunaannya serta cenderung tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Dari hasil penyelidikan selama ini,  dana yang digunakan untuk memberikan bagi hasil bulanan kepada mitra yang lebih dulu menjalin kerjasama dipastikan berasal dari dana mitra lainnya yang ikut bergabung belakangan.

Serta pada saat awal bermitra, dana kerjasama langsung diberikan sebesar 1,5 % s/d 2 % kepada freeline marketing yang bisa berhasil menarik pemodal sebagai fee. Sehingga dana para mitra tidak semuanya digunakan untuk kegiatan usaha.

Video Terkini