Liputan6.com, Jakarta - Butuh cara khusus untuk menertibkan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan wisata Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat.
Dalam Kopi Pagi yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (29/6/2014), tak mempan dengan cara persuasif, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terkadang terpaksa harus bertindak lebih tegas menertibkan para pedagang kaki lima. Akibatnya upaya penertiban kerap berunjung adu fisik antara petugas dan pedagang.
Sejak Juni, Pemprov DKI Jakarta sibuk mensterilkan PKL dari kawasan Monas. Berkali-kali dirazia, para pedagang tetap nekat berjualan dan sering kali harus kucing-kucingan dengan petugas.
Ancaman kurungan hingga denda Rp 20 juta tak membuat mereka takut. Ada sanksi juga untuk pengunjung yang membeli barang di PKL.
Namun lagi-lagi hasilnya masih ada saja segelintir pedagang yang menggelar lapak dagangannya. Meski demikian, kepala Satpol PP mengklaim sudah 95 persen Monas bersih dari PKL.
Belum lagi kasus pemerasan dan premanisme, juga menambah daftar permasalahan di balik kemegahan Monas. Terakhir seorang juru parkir dibakar karena menjadi korban pelampiasan oknum TNI.
Monas sebagai ikon Ibukota sekaligus sebagai tempat wisata andalan yang tak pernah sepi wisatawan. Pengunjungnya tak hanya warga Jakarta, tapi juga berbagai daerah lain di Indonesia.
Inilah yang kemudian dijadikan peluang bagi para PKL, mencari untung dengan berjualan di dalam kawasan Monas. Data menunjukkan ada sekitar 7.000 PKL yang berjualan di Monas. Namun sebagian besar tak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jakarta.
Sebenarnya Pemprov DKI telah menyediakan lokasi bagi para PKL di Lapangan IRTI Monas. Sayang tempat tersebut hanya untuk menampung 388 pedagang resmi binaan UMKM DKI (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). (Ali)