Sukses

Akan Dilaporkan ke KPK, Pengelola Sampah Bantargebang Buka Suara

Menurut Rekson, rata-rata setiap hari TPST Bantargebang menerima 5.200 hingga 5.500 ton sampah.

Liputan6.com, Jakarta - Pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, PT Godang Tua Jaya (PT GTJ), membantah telah melanggar kontrak kerja dan menuntut Pemprov DKI menaikkan tipping fee atau biaya pengelolaan sampah.

Bantahan ini menyusul rencana Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang berniat melaporkan dugaan penyelewengan oleh PT GJT ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami tidak pernah menuntut kenaikan tipping fee. Karena sesuai perjanjian kontrak kami dengan Pemprov DKI, setiap 2 tahun memang ada kenaikan sebesar 8% yang disesuaikan dengan laju inflasi," kata Direktur Utama PT GTJ Rekson Sitorus melalui keterangan tertulisnya, Minggu (29/6/2014).

"Jadi kenaikan tipping fee itu otomatis sesuai kontrak, bukan karena ada tuntutan," sambung Rekson.

Rekson menegaskan, pihaknya tidak pernah ikut campur dalam melakukan penimbangan volume sampah, yang masuk ke TPST Bantargebang. Selama ini penimbangan volume sampah dilakukan tim independen khusus.

"Kami telah melakukan kegiatan penampungan hingga pengolahan sampah, sesuai perjanjian yang tertuang dalam kontrak. Kami tegaskan, kami hanya menerima sampah dan mengolahnya. Sedangkan pengangkutan dan penimbangan sampah dilakukan pihak lain," papar Rekson.

Menurut Rekson, rata-rata setiap hari TPST Bantargebang menerima 5.200 hingga 5.500 ton. Volume sampah bahkan pernah mencapai 6.000 ton saat banjir melanda Jakarta.

Rekson menegaskan, terkait tipping fee yang dibayar Pemprov DKI sebesar Rp 123.000 per ton dari yang semula Rp 114.000 per ton, tidak seluruhnya diterima PT GTJ. Pihaknya harus menyerahkan sebagian dana tersebut kepada Pemkot Bekasi.

"Sebab kami harus membayar pajak sebesar 2%, serta membayar kepada Pemerintah Kota Bekasi 20% dari total penghasilan," jelasnya. ‎

‎Menurut Rekson, lahan seluas 150 hektar di TPST Bantargebang bukan sepenuhnya milik Pemprov DKI. Hanya 108 hektar, sisanya milik swasta seluas 32 hektar. "108 Hektar dibagi menjadi 5 zona landfill seluas 81,91 hektar."

"Sisanya, 26,1 hektar merupakan lahan untuk fasilitas lain seperti kantor, fasilitas Instalansi Pengolahan Air Sampah, jalan operasional, saluran drainase dan sebagainya," lanjutnya. ‎

Sementara terkait tudingan dari Basuki yang tidak melaksanakan kewajibannya, yakni membuat teknologi pengelolaan sampah, Direktur PT GTJ Douglas Manurung membantah. Menurutnya, pengolahan sampah di TPST Bantargebang telah dikelola dengan basis teknologi tinggi, terutama untuk menghasilkan energi listrik.

"Salah satu teknologi yang dikembangkan saat ini yakni sanitary landfill dengan metode Gassification Landfill- Anaerobic Digestion (GALFAD). Gas methane dari sampah organik dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sementara sampah anorganik diolah dengan teknologi gassifikasi," jelasnya.

Menurut Manurung, saat ini justru PLTSa Bantargebang mampu memproduksi listrik sebesar 10,5 MW. Sementara itu, kapasitas penuh sebesar 26 MW ditargetkan tercapai pada 2023. "Guna mendukung pencapaian target tersebut, saat ini telah dibangun gas engine, fuel skid, flare stack, dan trafo, pembangkit konvensional," ujarnya.

‎Ahok sebelumnya berniat melaporkan indikasi penyelewengan tipping fee atau biaya pengangkutan sampah di TPST Bantargebang, Bekasi, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Pria yang karib disapa Ahok itu mengaku heran dengan permintaan DPRD Bekasi yang menaikkan tipping fee dari yang semula Rp 123.000 per ton sampah, dinaikkan di kisaran Rp 230.000 per ton. Dengan alasan untuk peningkatan dana kompensasi bagi warga sekitar.

"Saya akan meminta PPATK juga meneliti uang yang masuk ke Godang Tua ini ke mana saja. Saya mau laporkan permainannya seperti apa," ujar Ahok di Balaikota beberapa waktu lalu.

Menurut Ahok, setiap tahun selalu ada peningkatan besaran tipping fee. Sementara, hasil audit terbukti pengelola TPST Bantargebang PT GTJ tidak melaksanakan kewajibannya, membuat teknologi pengelolaan sampah. Sehingga, GTJ harus mengganti kegagalan investasi ke Pemprov DKI sebesar Rp 180 miliar.

"Tiap tahun naik terus kok. Minta dinaikkan buat apa? Orang udah ada temuan (Rp 180 miliar) kok. Saya jadi bertanya-tanya. Saya akan siapkan, saya akan lapor ke KPK, kenapa Bekasi seperti ini?" pungkas Ahok. (Sun)