Sukses

Penipuan Cipaganti Group, Polisi: Bisa Ada Tersangka Baru

Tiga petinggi Cipaganti Group pun telah ditetapkan sebagai tersangka. Kini sedang diselidiki.

Liputan6.com, Bandung - Kasus penipuan dan penggelapan di tubuh perusahaan Cipaganti Group masih, diselidiki oleh pihak kepolisian. Tiga petinggi Cipaganti Group pun telah ditetapkan sebagai tersangka.

Para tersangka yaitu Direktur Utama sekaligus pengawas, Andianto Setiabudi, istri Andianto yaitu Yulinda Tjendrawati yang menjabat sebagai bendahara dan Djulia Sri Rejeki selaku Wakil Ketua serta Kakak Andianto.

Kasubdit III Jatanras Dit Reskrim Umum Polda Jabar AKBP Murjoko Budoyono mengatakan, kasus ini masih berjalan dan tidak menutup kemungkinan tersangka bisa bertambah.

"Bisa saja ‎​ada tersangka baru," kata Murjoko dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Rabu (2/7/2014).

Namun, hal tersebut menunggu hasil audit yang dilakukan oleh akuntan publik. Bila hasilnya telah keluar, hal tersebut bisa menjadi salah satu bukti untuk menjerat yang lain.

"Sekarang lagi audit dulu. Bisa saja ‎​ada tersangka baru, nanti setelah audit selesai. Hasil audit bisa menjadi bukti baru," ujarnya.

Andianto Setiabudi, Yulinda Tjendrawati dan Djulia Sri Rejeki, tiga petinggi perusahaan Cipaganti Group itu diciduk oleh pihak kepolisian. Mereka terkait kasus penggelapan dan penipuan, yang dilakukan perusahaan Cipaganti kepada beberapa mitra usahanya.

Modus yang digunakan oleh pelaku, dengan kegiatan koperasi yang bekerjasama dengan sekitar 8.700 mitra usaha yang ingin menanamkan modalnya dan telah terkumpul dana sekitar Rp 3,2 triliun.

Perusahaan ini menawarkan sistem bagi hasil keuntungan, antara 1,6 % sampai 1,95 % per bulan tergantung tenor. Dana itu dikelola oleh koperasi untuk kegiatan perumahan, SPBU, transportasi, perhotelan, alat berat dan tambang.

Namun berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa dana mitra tersebut digunakan kepada PT. CCG sebesar Rp 200 miliar, PT CGT sebesar Rp 500 miliar, PT CGP Rp 885 juta. Keseluruhannya merupakan milik pelaku dengan kesepakatan bagi hasil 1,5% dan 1,75%.

Dalam perjalanannya terhitung sejak Maret 2014, koperasi gagal bayar dan tidak berjalan. Sedangkan sisa uang mitra tidak jelas penggunaannya, serta cenderung tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Selain itu dari hasil penyelidikan selama ini, dana yang digunakan untuk memberikan bagi hasil bulanan kepada mitra yang lebih dulu menjali kerjasama, dipastikan berasal dari dana mitra lainnya yang ikut bergabung belakangan.

Pada saat awal bermitra, dana kerjasama langsung diberikan sebesar 1,5 % s/d 2 % kepada freeline marketing yang bisa berhasil menarik pemodal sebagai fee. Sehingga dana para mitra tidak semuanya digunakan untuk kegiatan usaha. (Ein)