Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, lembaga peneliti Tholos Foundation mengungkapkan analisis dampak pelarangan produk vape berperasa berdasarkan studi terbaru.
Dalam tulisannya berjudul 'Analysis of Flavored Vaping Products as a Harm Reduction Method: Impact of Flavor Bans in the Real World', mereka menganalisis berbagai jajak pendapat tentang apa yang akan dilakukan para pengguna vape jika larangan produk vape berperasa diterapkan.
Dosen di School of Psychological Science Bristol Dr Jasmine Khouja menjelaskan, terlepas dari berbagai macam latar belakang para pengguna vape dari berbagai macam negara, mereka memiliki kesamaan sikap terkait hal ini berdasarkan hasil studi.
Advertisement
"Yaitu temuan menunjukkan bahwa larangan perasa pada produk vape mengakibatkan pergeseran langsung di antara para pengguna vape untuk kembali menggunakan rokok konvensional, serta meningkatnya penjualan vape berasa di pasar gelap," papar Jasmine melalui keterangan tertulis, Kamis (4/7/2024).
Menurut dia, pelarangan perasa pada vape juga berpotensi memperkuat operasi kejahatan terorganisir yang terlibat dalam penyelundupan tembakau, berdasarkan Departemen Luar Negeri AS merupakan ancaman keamanan nasional.
"Sebaliknya, data menunjukkan bahwa pengguna vape mendukung solusi kebijakan alternatif yang dapat mencapai tujuan kesehatan masyarakat tanpa larangan menyeluruh," ucap Jasmine.
Dia mengatakan, akses ke produk vape berperasa sangat penting untuk pengurangan dampak buruk rokok terhadap individu dan menurunkan tingkat merokok.
Oleh karena itu, kata Jasmine, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan preferensi konsumen dan potensi dampak negatif dalam merumuskan kebijakan yang mengutamakan manfaat kesehatan masyarakat sembari menangani kekhawatiran yang sah secara proporsional.
Penelitian Selanjutnya
Kemudian, lanjut Jasmine, penelitian dari Tholos Foundation ini juga didukung oleh penelitian terbaru dari University of Bristol.
Menurut dia, senada dengan penelitian sebelumnya, penelitian terbaru dari University of Bristol menunjukkan bahwa larangan rasa pada produk vape menyebabkan para penggunanya beralih kembali ke rokok konvensional dan meningkatkan penjualan pasar gelap.
Jasmine mengatakan, peningkatan pasar gelap ini menambah risiko kesehatan karena standar kualitas yang tidak terjamin, serta meningkatkan penggunaan oleh remaja karena tidak adanya pemeriksaan terhadap usia pembeli.
"Meskipun pembatasan rasa mungkin mengurangi penggunaan vape di kalangan remaja, tanggapan wawancara kami menunjukkan bahwa pembatasan tersebut juga dapat membuat orang dewasa enggan menggunakan rokok elektrik untuk membantu mereka berhenti merokok, sehingga berpotensi membuat pengguna vape kembali merokok dan menyebabkan lebih banyak orang yang saat ini merokok untuk terus merokok," papar dia.
Advertisement
Bisa Lakukan Pembatasan Akses Produk Tembakau
Jasmine mengatakan, Tholos Foundation juga melakukan analisis sekaligus menawarkan solusi yang dapat dilakukan pemerintah terkait pembatasan akses produk tembakau pada anak di bawah umur.
"Pertama, pemerintah perlu meningkatkan penegakan hukum untuk membatasi akses anak di bawah umur melalui verifikasi usia online dan fisik, lisensi pengecer dan distributor, serta pemeriksaan kepatuhan berkala dan peningkatan hukuman bagi pelanggaran," kata dia.
Kedua, lanjut Jasmie, pemerintah harus mempertimbangkan dalam hal pembatasan deskripsi rasa maupun gaya komunikasi produk agar tidak menarik perhatian mereka yang masih di bawah umur.
"Kemudian, membatasi penjualan beberapa rasa di toko khusus dewasa. Lalu, menerapkan inovasi teknologi pada produk untuk membatasi akses anak di bawah umur," ucap dia.
"Terakhir, Edukasi komprehensif mengenai risiko vape kepada anak di bawah umur juga sangat penting untuk dilakukan agar upaya penanganan dapat berhasil," sambung Jasmine.