Liputan6.com, Jakarta - Mantan Marketing PT Anugerah Nusantara, Clara Mauren hadir menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) dengan terdakwa Anas Urbaningrum. Dalam kesaksiannya, Clara menyebut Nazaruddin sebagai bos PT Anugerah Nusantara masih mengendalikan perusahannya dari balik jeruji besi.
Hal itu dikatakan Clara yang kerap menghadiri rapat perusahaannya di rumah-rumah tahanan tempat Nazaruddin 'menginap' karena kasus dugaan korupsi proyek Wisma Atlet, Palembang, Sumatera Selatan.
Baca Juga
Pertama, kata Clara, rapat perusahaannya yang dipimpin Nazaruddin itu rutin digelar di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob Polda Metro Jaya, Depok, Jawa Barat. Clara mengakui, rapat tersebut itu dilakukan setiap hari Sabtu.
Advertisement
"Rapat rutin setiap hari Sabtu. Kecuali kalau ada pemeriksaan atau ada razia (tidak rapat)," kata Clara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (7/7/2014).
Menurut Clara ruangan Nazaruddin di Rutan Mako Brimob terbilang sangat besar. Di dalamnya terdapat 15 kursi yang memang dibutuhkan untuk digelarnya rapat.
"Karena Nazaruddin dapat ruangan yang besar, kita dapat untuk duduk-duduk di situ," ujarnya.
Clara menambahkan, rapat yang rutin dilakukan tiap akhir pekan itu digelar untuk memantau sejumlah kasus. Terutama kasus-kasus di Kejaksaan.
"Mantau kasus Kejaksaan, tanya kondisinya bagaimana. Selain Kejaksaan tidak ada lagi," ujarnya.
Clara menambahkan, rapat perusahaannya digelar bukan saja di Rutan Mako Brimob. Tetapi saat Nazaruddin dipindahkan ke Rutan Cipinang, Jakarta Timur sekitar 5 bulan kemudian. Di Rutan Cipinang, Nazaruddin juga mendapat ruangan untuk rapat, yakni ruangan pejabat Rutan Cipinang.
"(Rapat) di ruangan kepala rutan atau staf rutan," ujar Clara.
Selain itu, saat Nazaruddin mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pun dia masih rutin menggelar rapat bersama para anak buahnya. Rapat di sana juga dilakukan setiap hari Sabtu. "Rapat di Sukamiskin juga setiap Sabtu," ujar dia.
Mengenai hal itu, Anas kemudian menanyakan langsung kepada Clara, kenapa bisa bosnya tersebut masih mengendalikan perusahaan dari penjara? Clara pun menjawab tidak tahu. "Tanya saja Pak Nazar langsung," kata Clara menjawab.
Lebih jauh Clara pun membenarkan, sampai saat ini Nazaruddin masih rutin mengendalikan perusahaannya dari balik jeruji besi. Hal itu juga yang kembali ditanyakan Anas. "Masih kayaknya," ujar Clara singkat.
Dalam kasus penerimaan gratifikasi proyek P3SON Hambalang dan proyek-proyek lain ini, Anas didakwa menerima 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD senilai Rp 735 juta, serta uang sebanyak Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini juga disebut mendapat fasilitas survei gratis dari PT Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dengan nilai Rp 478, 632 juta. Dia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 20,8 miliar dan Rp 3 miliar.
Atas perbuatannya, Anas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Mengacu pada pasal tersebut, Anas terancam hukuman maksimal 20 tahun kurungan penjara.
Sementara terkait kasus dugaan pencucian uang, Anas disangka melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Tnt)