Sukses

Bendahara Umum PDIP: Saya Tidak Pernah Terima Suap Hambalang

Olly yang diperiksa sekitar 3 jam itu selebihnya memilih bungkam.

Liputan6.com, Jakarta - Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey rampung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Usai diperiksa, Olly membantah dakwaan terdakwa Hambalang yang menyebutkan dia menerima uang suap Rp 2,5 miliar.

"Saya tidak pernah menerima suap," ujar Olly di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/7/2014).

Olly yang diperiksa sekitar 3 jam itu selebihnya memilih bungkam. Ia hanya menyatakan bahwa telah bersaksi untuk tersangka yang juga Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso.

"Saya tadi memberikan keterangan tentang Machfud Suroso," kata Olly tanpa memberi penjelasan lebih jauh lagi.

KPK telah menetapkan Machfud Suroso sebagai tersangka. Direktur Utama PT Dutasari Citralaras tersebut disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Berdasarkan Audit BPK terungkap bahwa Machfud selaku Direktur Utama PT Dutasari Citralaras menerima uang muka sebesar Rp 63,3 miliar yang tidak seharusnya diterima.

Sedangkan dugaan keterlibatan Olly dalam kasus tersebut mencuat dalam surat dakwaan para tersangka kasus P3SON Hambalang. Terlebih dalam amar putusan 2 terdakwa Deddy Kusdinar dan Teuku Bagus Mohammad Noor disebutkan bahwa Olly terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dari proyek P3SON.

"Dalam proses pembanguan proyek P3SON Hambalang, terdakwa telah menyuap Olly Dondokambey yang merupakan anggota Banggar DPR sebesar Rp 2,5 miliar," kata hakim anggota Sinung Hermawan saat membacakan vonis Teuku Bagus di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Selasa 8 Juli 2014.

Hakim menyebut suap tersebut berkaitan dengan pengurusan proses anggaran proyek P3SON yang tengah dibahas di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Sebab, melalui Banggar DPR tersebut, anggaran proyek yang awalnya single years menjadi multiyears itu meningkat drastis, dari awalnya hanya menelan biaya sebesar Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. (Yus)