Sukses

Mubarok Demokrat: Konon SBY Heran Nazar Jadi Bendahara Umum

Ahmad Mubarok mengaku baru mengenal M Nazaruddin saat kongres Partai Demokrat berlangsung di Bandung 2010.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok membeberkan mengenai terpilihnya Muhammad Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Menurut Mubarok, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat itu sampai heran dengan terpilihnya Nazaruddin sebagai Bendahara Umum (Bendum) partai saat Kongres Demokrat 2010 di Bandung, Jawa Barat.

Hal itu ia katakan usai mendapat pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ahmad Mubarok bersaksi untuk terdakwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

"Yang saya dengar, tapi tidak tahu pasti, konon Pak SBY sampai terheran-heran, karena rapat formatur mencalonkan Nazaruddin jadi bendum," kata Mubarok di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (14/7/2014).

Mubarok juga mengaku tidak mengetahui kontribusi apa yang diberikan Nazaruddin saat kongres sehingga dipilih menjadi Bendahara. Apalagi, Mubarok mengaku baru mengenal suami Neneng Sri Wahyuni itu saat kongres tersebut berlangsung.

"Saya tidak tahu, kenalnya kongres itu. Yang saya tahu mereka (Anas dan Nazaruddin) sama-sama pengurus partai, sama-sama anggota DPR," kata mantan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Anas Urbaningrum menerima hadiah atau gratifikasi berupa 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta dan 1 unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD senilai Rp 735 juta. Bekas Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu juga didakwa menerima uang sebesar Rp 116,525 miliar dan US$ 5,261 juta.

Tidak sampai di situ, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu juga didakwa menerima fasilitas survei pemenangannya secara gratis dari PT Lingkaran Survei Indonesia (LSI) sebesar Rp 478,632 juta. Anas juga didakwa melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar sebesar Rp 20,8 miliar dan Rp 3 miliar.

Dalam dakwaan Jaksa juga disebutkan bahwa Anas berkeinginan untuk menjadi Presiden RI ketika keluar dari KPU pada 2005. Demi tujuan itu, Anas menghimpun dana sebanyak-banyaknya bersama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dengan mendirikan Grup Permai untuk menangani sejumlah proyek negara yang menggunakan dana dari ABPN.

Atas perbuatannya, mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu didakwa dengan Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. (Sss)