Sukses

Anas Pernah Didesak SBY Mundur dari Pencalonan Ketum Demokrat

Mubarok menjelaskan, permintaan Anas mundur itu lantaran pihaknya telah menerima laporan-laporan intelijen.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok memberi kesaksiannya terkait penyelenggaraan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung, Jawa Barat. Saat kongres itu, Anas Urbaningrum mencalonkan diri sebagai Ketua Partai Demokrat bersaing dengan Marzuki Alie dan Andi Alfian Mallarangeng.

Kesaksian itu dia sampaikan saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Dia bersaksi untuk terdakwa Anas Urbaningrum.

Sehari sebelum pemilihan ketum pada kongres tersebut, kata Mubarok, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mendesak agar Anas mundur dari pencalonan. Desakan SBY itu disampaikan melalui petinggi-petinggi Partai Demokrat, seperti Sudi Silalahi, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas.

"Pada intinya Pak Sudi mengatakan agar Anas mundur dari kandidat ketum. Kemudian kongres dilakukan secara aklamasi dan memilih Andi secara aklamasi," kata Mubarok di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (14/7/2014).

Mubarok menjelaskan, permintaan Anas mundur itu lantaran pihaknya telah menerima laporan-laporan intelijen. Bahwa jika Anas tetap maju akan tidak baik bagi partai. Selain itu, para petinggi partai lebih menginginkan Andi Mallarangeng yang jadi Ketua Umum Partai Demokrat.

"Berdasarkan analisis intelijen. Pak Sudi juga bilang, Anas cukup menjadi Sekjen saja. Pada dasarnya Pak SBY akan ikuti kongres dari bawah dan tidak akan mencampuri," kata mantan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini.

Namun begitu, lanjut Mubarok, Anas bukan tanpa reaksi saat mengetahui ada desakan mundur tersebut. Anas kemudian meminta agar SBY langsung menyampaikan permintaan itu melalui sebuah forum. Namun, SBY menolak lantaran bisa menurunkan wibawanya.

Kata Mubarok, Anas juga pernah dipanggil SBY melalui Sudi ke kantor Sekretariat Negara untuk menyampaikan permohonan mundur tersebut. Bahkan, saat kongres, Anas juga sempat didatangi oleh Jero Wacik, Djoko Suyanto, EE Mangindaan, dan lainnya. Saat Anas mengonfirmasi hal itu ke dirinya, Mubarok mengaku tidak tahu.

"Karena yang tahu Pak Sudi (soal permintaan mundur)," ujar Mubarok.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Anas Urbaningrum menerima hadiah atau gratifikasi berupa satu unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta dan satu unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD senilai Rp 735 juta. Bekas Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu juga didakwa menerima uang sebesar Rp 116,525 miliar dan US$ 5,261 juta.

Tidak sampai di situ, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu juga didakwa menerima fasilitas survei pemenangannya secara gratis dari PT Lingkaran Survei Indonesia (LSI) sebesar Rp 478,632 juta. Anas juga didakwa melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar sebesar Rp 20,8 miliar dan Rp 3 miliar.

Dalam dakwaan Jaksa juga disebutkan bahwa Anas berkeinginan untuk menjadi Presiden RI ketika keluar dari KPU pada 2005. Demi tujuan itu, Anas menghimpun dana sebanyak-banyaknya bersama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dengan mendirikan Grup Permai untuk menangani sejumlah proyek negara yang menggunakan dana dari ABPN.

Atas perbuatannya, mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu didakwa dengan Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. (Ein)