Sukses

Digelandang ke Rutan KPK, Istri Bupati Karawang Masih Tersenyum

Namun ia bungkam ketika ditanya sejumlah awak media terkait penetapan status tersangka ini.

Liputan6.com, Jakarta - Nurlatifah, Istri Bupati Karawang Ade Swara ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bersama suaminya, Anggota DPRD Kabupaten Karawang itu ditetapkan tersangka atas kasus dugaan pemerasan terkait penerbitan surat izin permohonan pemanfaatan ruang di daerah Karawang, Jawa Barat.

Usai menjalani pemeriksaan secara intensif sejak semalam setelah ditangkap tangan KPK, Nurlatifah kini harus beristirahat. Tapi, ia tak beristirahat di rumahnya, melainkan di Rumah Tahanan KPK.

"Nurlatifah ditahan di Rutan KPK," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/7/2014).

Pantauan Liputan6.com, Nurlatifah keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 21.10 WIB. Dengan mengenakan busana muslim warna putih dan jilbab warna abu-abu, politisi Partai Gerindra itu juga tampak menenteng sebuah tas. Sementara baju tahanan KPK warna oranye yang seharusnya ia kenakan hanya ditentengnya.

Saat keluar, Nurlatifah sempat melontarkan senyum. Namun ia bungkam ketika ditanya sejumlah awak media terkait penetapan status tersangka ini. Tanpa memberi sepatah kata pun, wanita yang maju lagi menjadi calon anggota legislatif DPRD Kabupaten Karawang untuk periode berikutnya ini langsung masuk mobil tahanan yang sudah menunggu di lobi Gedung KPK.

KPK menetapkan Bupati Karawang Ade Swara dan Anggota DPRD Kabupaten Karawang dari Fraksi Partai Gerindra, Nurlatifah sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait penerbitan surat izin permohonan pemanfaatan ruang untuk pembangunan mal. Ade dan Nurlatifah sendiri merupakan pasangan suami istri.

Keduanya diduga memeras PT Tatar Kerta Bumi, anak perusahaan properti PT Agung Podomoro Land yang hendak membangun mal di daerah Karawang. Ade melakukan pemerasan melalui Nurlatifah dan menerima sejumlah uang dari hasil pemerasan itu.

Suami-istri itu diduga meminta uang Rp 5 miliar terkait penerbitan surat izin yang dikehendaki PT Tatar Kerta Bumi. Namun, permintaan uang itu dikonversi dalam US$ 424.329.

Adapun, atas perbuatannya, oleh KPK kedua penyelenggara negara itu dikenakan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.