Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Rizki Gunawan, Elin Yunita Kristanti, Rochmanuddin
Sesaat sebelum pesawatnya berangkat dari Bandara Schiphol di Amsterdam menuju Kuala Lumpur, penumpang Malaysia Airlines Penerbangan MH17, Md Ali Md Salim sempat merekam saat-saat terakhir di kabin. Saat itu ia hendak perjalanan pulang ke Malaysia.
Video berdurasi 14 detik, yang menunjukkan sejumlah penumpang lain yang sedang menyimpan barang-barang mereka di kompartemen atas itu, lekas diunggah ke akun Instagramnya.
Dalam keterangan video, pria berumur 30 tahun tersebut menuliskan kegelisahannya sebelum terbang pulang ke kampung halamannya itu. Md Ali merasakan kegundahan yang tak beralasan, seolah menjadi firasat adanya musibah yang akan dialaminya. Â
"Bismillah... #hatiadasikitgentar (In the name of God... feeling a little bit nervous)," tulis Md Ali dalam Instagram seperti dilaporkan Malaysian Star, Jumat 18 Juli 2014. Atau bisa diterjemahkankan, 'Dengan menyebut nama Allah...hatiku sedikit gelisah'
Suara di latar belakang, yang diyakini pengumuman dari sang pilot, terdengar jelas. "Saat ini, kita berada di tahap akhir boarding dan pemuatan kargo. Sekali lagi, pastikan seluruh telepon Anda dimatikan," kata pilot, sebelum rekaman berakhir.
Firasat buruk itu juga tak hanya dirasakan mahasiswa S3 Psikologi Erasmus University Rotterdam itu. Salah satu penumpang asal Belanda, Cor Pan juga mengisyaratkan tragedi MH17. Ia sempat mengunggah foto pesawat sipil ini sebelum terbang dan menuliskan keterangan foto yang menjadi kata-kata terakhirnya itu.
"Lihat ini penampakkan pesawat jika nanti menghilang," tulis Pan dalam akun Facebook, seperti dimuat News.com.au, Jumat 18 Juli 2014.
Ali dan Cor Pan, adalah 2 dari 298 penumpang dan awak yang dilaporkan tewas dalam Malaysia Airlines MH17 yang jatuh setelah dihantam rudal pada Kamis 17 Juli 2014 di dekat perbatasan Rusia, tepatnya di wilayah Donestsk, Ukraina Timur.
Kecelakaan MH17 pertama kali dikabarkan oleh penasihat Kementerian Dalam Negeri Anton Gerashenko. Dia mengatakan, MH17 jatuh karena ditembak di antara kawasan Krasni Luch, Luhansk dan Shakhtarsk, dekat Donetsk.
Dalam rilisnya, pihak maskapai Malaysia Airlines mengatakan mereka kehilangan kontak dengan pesawat MH17 pada Kamis pukul 14.17 waktu setempat. Kontak terakhir terjadi di Tamak, 50 km dari perbatasan Rusia-Ukraina.
Ada 298 orang di pesawat maskapai MH17. Mereka terdiri dari 283 penumpang dan 15 kru pesawat. Data yang dilansir Reuters menunjukkan penumpang tersebut terdiri dari 27 warga Australia, 23 warga Malaysia, 11 warga Indonesia, 6 warga Inggris, 4 warga Jerman, 3 warga Belgia, 3 warga Filipina, 1 warga Kanada.
Media Malaysia The Star menambahkan, ada 4 warga Prancis yang berada di Boeing 777 nahas tersebut. "Puluhan lainnya belum diketahui."
Hitungan Menit
Hitungan Menit
Kamis pukul 12.15 waktu Amsterdam, Belanda, Malaysia Airlines Penerbangan MH17 lepas landas dari Bandara Schiphol. Boeing 777-200 itu dijadwalkan sampai di Kuala Lumpur hari berikutnya pukul 06.10 waktu setempat. Menempuh waktu 13 jam 10 menit.
Namun baru 4 jam terbang, pihak Malaysia Airlines hilang kontak dengan MH17. Belakangan, kapal terbang itu dinyatakan jatuh akibat ditembak rudal di atas wilayah perbatasan Ukraina dan Rusia yang sedang bergolak itu. Di koridor wilayah udara internasional. Â
MH17 terbang di ketinggian 33.000 kaki, setara 10 kilometer, atau setinggi Gunung Everest. Udara ketinggian seperti itu sangat kering. Suhu udara di luar pesawat bisa mencapai minus 40 derajat Celcius.
Tak ada yang tahu persisnya gambaran apa yang dirasakan 285 penumpang yang ada di dalamnya saat itu. Mungkin mereka sedang duduk di kursinya masing-masing, sementara pramugari membagikan kudapan dan minuman.
Bisa jadi sebagian dari mereka tidur sembari menunggu makan malam, atau santai sambil menonton film? Seperti apa reaksi mereka saat rudal menghantam pesawat?
Para ahli mengatakan, saat insiden tersebut terjadi, kabin diduga tiba-tiba kehilangan tekanan, hanya menyisakan sedikit waktu bagi mereka yang ada di dalamnya untuk mendapatkan oksigen, sebelum MH17 hancur.
Mantan pilot Qantas, Graham Dutton, yang pernah secara reguler menempuh rute di atas Ukraina mengatakan, itu adalah jalur penerbangan sibuk. Tak ada seorang pun dalam penerbangan itu mengetahui rudal sedang menghampiri mereka.
"Mereka tak bakal tahu apa yang akan terjadi," katanya seperti dikutip dari News.com.au, Jumat 18 Juli 2014.
Menurut Dutton, pesawat penumpang itu dianggap terbang dalam kondisi aman melintasi 'hot spot' di ketinggian 28.000 kaki atau di luar jangkauan rudal yang digunakan pasukan non-pemerintah.
Mantan analis senjata di Department of Peace Keeping PBB, Ben Rich sepakat bahwa penumpang tak menerima peringatan datangnya rudal. BUK yang dikendalikan radar atau misil SA6 buatan Rusia yang membawa hulu ledak tinggi seberat 70 kg, dirancang untuk meledak dalam jarak 20 meter dari target.
Akibatnya, seketika mesin pesawat dan sistem kontrol mati. Kemudian menyebabkan kerusakan sekunder melalui ledakan bahan bakar, sayap dan badan pesawat pecah.
Rich menambahkan, jenis SA6 yang diluncurkan lewat truk adalah satu-satunya tipe rudal yang mampu mencapai ketinggian 10 kilometer untuk menghantam pesawat sipil. "Mereka yang ada di dalam pesawat tak akan menyadari detik-detik sebelum hantaman rudal."
Sementara, ahli penerbangan sekaligus Direktur Aero Consulting Experts, Bruce Rodger mengatakan, hanya butuh waktu beberapa menit hingga pesawat celaka. Dugaan itu bisa menjelaskan mengapa tak ada panggilan darurat yang sempat dikirimkan pilot, sebelum pesawat ditembak jatuh.
"Waktu untuk pesawat tersebut jatuh dari langit dari ketinggian tersebut, tergantung di mana rudal menghantam --mesin atau sayap-- hanya membutuhkan waktu 3-5 menit," kata dia. "Itu semua tergantung ketinggian dan di bagian mana rudal menghantam pesawat."
Apakah MH17 ditembak jatuh atau hanya jatuh, menurut Rodger, bisa dilihat dari kondisi puing-puingnya. "Pesawat yang ditembak jatuh, puing-puingnya akan jatuh di area yang luas. Sementara, kapal terbang yang jatuh, pecahannya akan relatif terkumpul --menyebar di area yang luasnya maksimal sekitar 3 atau empat kali besar lapangan bola."
Sementara Sales and Marketing Manager Commercial Malaysia Airlines, Alvin Maulana mengatakan, pihaknya belum mengetahui penyebab pasti jatuhnya pesawat Boeing 777-400 itu. Hingga saat ini, tidak ditemukan panggilan darurat dari pilot pesawat.
"MAS menegaskan, dalam kecelakaan itu tidak ada panggilan darurat," kata Alvin di kantor perwakilan Malaysia Airlines, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat 18 Julai 2014.
Warga Ukraina, Irina Tipunova tak pernah menyangka ada sejumlah benda berterbangan jatuh ke atap rumahnya. Bahkan sampai menembus genteng dan masuk ke dalam rumah.
Betapa terkejutnya nenek 65 tahun itu ketika melihat yang jatuh dari langit adalah potongan tubuh serta sejumlah benda serpihan dari ledakan pesawat maskapai Malaysia Airlines MH17.
"Saya awalnya mendengar suara ledakan dan sedikit ada getaran. Kemudian benda-benda mulai berjatuhan," cerita Irina yang menjadi salah satu warga yang bersaksi atas tragedi MH17, seperti dimuat Reuters, Sabtu 19 Juli 2014.
"Dan kemudian saya mendengar suara benda jatuh dan mendarat di dapur. Atapnya rusak," katanya sambil menunjukkan lubang menganga akibat potongan tubuh yang jatuh.
Kata Irina itu, ada jasad wanita tak berbusana yang terbaring di dalam rumahnya, tepatnya di samping tempat tidurnya. Selain di dalam rumah, ia juga melihat sejumlah jasad yang terbaring di luar rumahnya. Tepatnya di ladang gandum, lokasi jatuhnya pesawat, yang terletak sekitar 100 meter dari rumahnya.
Wanita itu mengaku sangat terguncang melihat semua penampakan tersebut. "Tubuh-tubuh itu masih di sini, para petugas segera mengevakuasinya," ujar Irina.
Advertisement
Tahun Tragis
Tahun Tragis
Belum juga hilang duka terkait raibnya Malaysia Airlines MH370 pada 8 Maret 2014 lalu, kini tragedi MH17 harus menyusul. Tentu ini menjadi pukulan keras bagi dunia penerbangan Malaysia, terlebih bagi keluarga korban.
Apalagi korban kali ini jauh lebih banyak dari MH370 yang berjumlah 239 penumpang yang hingga kini belum juga ditemukan. Perdana Menteri Malaysia Nazib Razak menyebut tahun ini merupakan tahun tragis bagi Malaysia.
"Ini hari yang tragis, dalam tahun yang sudah tragis untuk Malaysia," tutup Najib.
Pesawat Boeing 777-200ER yang mengangkut 227 penumpang dari 14 negara itu hingga kini tidak jelas keberadaannya. Pesawat dengan penerbangan Kuala Lumpur-Beijing itu kehilangan kontak dengan pengawas lalu lintas udara 1 jam setelah pesawat lepas landas.
Beragam teori penyebab hilangnya pesawat dikemukakan, termasuk kemungkinan keterlibatan penumpang menyabotase pesawat.
Upaya pencarian multinasional yang memakan biaya sangat mahal pun dilakukan untuk mencari pesawat nahas ini, dimulai Darit Kalimantan, Eluk, Thailand, dan Laut Cina Selatan.
Belakangan berdasarkan data radar dan satelit Inmarsat, pencarian dialihkan ke bagian selatan Samudera Hindia. Meski badan pesawat hingga kini belum ditemukan berdasarkan analisa, Pemerintah Malaysia menyimpulkan bahwa penerbangan MH370 berakhir di Samudera Hindia sebelah Selatan.
Jika menengok tragedi masa lalu, tragedi MH17 hampir serupa. Atau mungkin ini faktor kebetulan. Hari kecelakaan MH17 mirip dengan kecelakaan pesawat dahsyat lainya yakni, insiden yang menimpa TWA Penerbangan 800 di atas Long Island pada 17 Juli 1996.
Seperti dikutip dari USA Today, pesawat tersebut terbang dari Bandara Interasional John F Kennedy New York menuju Paris, saat ia meledak dekat Long Island dan menewaskan 230 orang di dalamnya.
Awalnya, diduga TWA Penerbangan 800 celaka akibat ulah teroris. Apalagi, sejumlah saksi mata yang kala itu berada di pantai mengaku melihat suar, roket, atau percikan cahaya menuju ke arah pesawat sebelum ledakan.
Setelah melakukan investigasi selama 4 tahun, penyelidik menyimpulkan bahwa ledakkan di tangki bahan bakar --yang dipicu arus pendek di kabel --adalah penyebab kecelakaan. FBI juga melakukan penyelidikan, namun tak menemukan bukti kejahatan.
Berbeda lagi jika dilihat dengan kaca mata astrologi. Ternyata banyak misteri di balik angka 7 yang ada dalam nomor pesawat MH17, seperti awal mula MH17 yang meluncur pada 17 Juli 1997 dan pesawat tersebut mengalami kecelakaan pada 17 Juli 2014 kemarin.
Misteri angka 7 tersebut diutarakan ahli Psycho Cybernatics Suhu Naga yang dihubungi Citizen6 Jumat, 18 Juli 2014. Menurutnya, dalam ilmu numeric angka 7 memiliki nilai keramat dan spiritual, apalagi kalau disandingkan dengan angka satu yang memiliki karakter sangat keras.
Karakter MH juga sama-sama memiliki arti 'gelombang' yang seharusnya tidak disatukan dengan angka 17. Menurut Suhu Naga, karakter tersebut sama-sama keras dan tidak dapat digabungkan, kalau perlu, diubah angkanya agar tidak memiliki karakter yang tinggi.
Biasanya alat transportasi maupun kendaraan tidak kuat memangku angka 17 karena rentan mengalami situasi tertentu seperti bertabrakan atau masuk suatu gelombang tinggi. Angka 17 lebih cocok dengan kekuatan satu negara karena memiliki sifat yang menonjol, salah satunya momen kemerdekaan 17 Agustus di Indonesia.
Tahun ini merupakan tahun transportasi udara yang rentan mengalami kecelakaan. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut merupakan rahasia alam dan Tuhan, ini hanya analisa ilmu analogi atau gelombang energi.
Siapa yang Salah?
Siapa yang Salah?
Siapa yang meluncurkan rudal tersebut, kini masih misteri. Antara kelompok separatis Ukraina yang pro Russia itu atau militer Ukraina sendiri. Atau mungkin juga kerusakan MH17 itu sendiri. Semua kemungkinan itu kini masih diselidiki tim investigasi internasional.
Area timur Ukraina memang saat ini menjadi area pertempuran antara pemberontak separatis Ukraina dengan militer Ukraina. Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengatakan, pesawat penerbangan MH17 tersebut mungkin ditembak.
Teka-teki yang harus dijawab saat ini, siapa yang tega menembak MH17? Apakah ini kecelakaan, salah sasaran, atau memang menargetkan pesawat sipil yang sarat penumpang?
Laporan saksi mata menyebut pesawat tersebut ditembak 3 kali lalu jatuh dan meledak. Belum jelas siapa yang menembak. Pemerintah separatis pro Rusia maupun Pemerintah Ukraina membantah melakukan penembakan tersebut.
Pemerintah Ukraina menduga pesawat MH17 jatuh karena ditembak saat melintas di Donetsk yang dikuasai separatis pro Rusia. Namun hal itu dibantah kelompok pemberontak, karena merasa tidak memiliki persenjataan yang bisa mencapai pesawat yang sedang terbang di ketinggian 10.000 meter.
Perdana Menteri Republik Donetsk yang baru saja memerdekakan diri, Aleksander Borodai, menuding Militer Ukraina-lah yang bertanggungjawab. Presiden Ukraina Petro Poroshenko sendiri menyatakan penembakan ini merupakan aksi terorisme.
Sejumlah sumber kepada kantor berita Rusia, Interfax menyebut, MH17 terbang di rute yang nyaris sama dengan yang digunakan pesawat Presiden Vladimir Putin, sesaat sebelum ditembak.
Tak hanya diduga berada di rute serupa. Penampakan pesawat Malaysia Airlines juga mirip dengan rupa kapal terbang Presiden Rusia. Terutama garis merah dan biru di badan pesawat, meski susunannya tak sama.
"Kontur pesawat serupa, dimensi linear juga sangat mirip. Juga warnanya, pada jarak cukup jauh keduanya nyaris identik," kata sumber yang tak mau disebut namanya, seperti dikutip dari Russia Today (RT), Jumat 18 Juli 2014.
Pada saat yang sama, muncul laporan media yang bertentangan apa yang dikabarkan Interfax. Seorang sumber kepada situs media Gazeta.ru mengatakan, pesawat Putin memang lepas landas dari bandara Vnukovo-3. Namun, sang presiden tak terbang di atas wilayah negeri tetangga yang bergolak.
Putin kini kala itu disebutkan berada dalam perjalanan dari Brasil, di mana ia menghadiri KTT BRICS, menuju Moskow.
Baik Pemerintah Ukraina maupun Rusia, keduanya sama-sama menyangkal dan saling tuduh. Keduanya menolak bertanggung jawab atas tragedi itu.
Putin mengatakan, Ukraina harus bertanggung jawab atas kecelakaan yang terjadi. "Tragedi ini tak akan terjadi jika ada kedamaian di sana. Jika aksi militer di sebelah tenggara Ukraina tak dilakukan," kata Putin, menambahkan bahwa ia telah meminta para bawahannya untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
Pejabat Amerika Serikat dan Ukraina mengumumkan keyakinan mereka bahwa pesawat itu ditembak jatuh oleh peluru kendali. Presiden Ukraina Petro Poroshenko bahkan mengatakan peristiwa itu adalah aksi terorisme.
Menteri Luar Negeri Ukraina Pavlo Klimkin memperkuat klaim itu dengan mengatakan ia menyadap percakapan telepon yang membuktikan pesawat itu ditembak oleh kelompok separatis pro-Rusia.
Tetapi, Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh pemerintah Ukraina memulai kembali operasi militer di kawasan itu, di mana Ukraina berusaha merebut kembali kendali dari pemberontak pro-Rusia.
"Negara di mana wilayah udara itu terjadi adalah pihak yang bertanggung jawab," kata Putin seperti dikutip BBC, Jumat 18 Juli 2014. Senada dengan Putin, pemimpin kelompok separatis Alexander Borodai juga menuduh pemerintah Ukraina menembak jatuh pesawat itu.
Tuduhan itu kemudian dibantah Menteri Pertahanan Ukraina yang mengeluarkan pernyataan tidak ada jet angkatan udara di kawasan itu dan tidak ada sistem rudal darat ke udara yang digunakan terhadap pemberontak.
Sementara itu, Pemerintah Inggris meminta pertemuan darurat dengan Dewan Keamanan PBB untuk mendiskusikan krisis di Ukraina pasca-kecelakaan.
Di tengah aksi saling tuduh, transkrip percakapan yang diduga antara petinggi kelompok pemberontak atau separatis di Ukraina dengan agen intelijen militer Rusia beredar. Dialog itu hasil penyadapan pejabat Ukraina.
Dalam laporan yang dimuat The Telegraph, Jumat 18 Juli 2014, dari pembicaraan antara dua pihak yang diketahui bersekutu itu, pihak pemberontak Rusia mengakui telah menembak pesawat maskapai Malaysia Airlines MH17 yang jatuh di Ukraina.
"Kami telah menembak pesawat," kata petinggi separatis Ukraina, Igor Bezler, yang juga dimuat The Malay Mail dan News.com.au.
Dalam bagian lain, seorang petinggi pasukan bersenjata mengungkap bahwa pesawat tersebut mengangkut warga sipil. Sebab mereka menemukan sejumlah perlengkapan perjalanan, obat-obatan, dan beberapa dokumen di lokasi jatuhnya pesawat.
"Ada banyak jasad perempuan dan anak-anak. Dalam tayangan televisi disebutkan bahwa puing pesawat bertuliskan Malaysia Airlines," kata seseorang dalam transkrip tersebut.
Salah satu dokumen yang disebut adalah kepunyaan mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di salah satu universitas di Thompson, Inggris.
"Iya, satu pelajar Indonesia. Dari sebuah universitas di Thompson," ujar petinggi separatis itu menjawab pertanyaan, adakah dokumen yang ditemukan di lokasi.
Namun demikian, belum bisa dipastikan apakah benar percapakan itu merujuk pada tragedi pesawat MH17. Belum ada konfirmasi pejabat berwenang terkait hal itu.
Malaysia Airlines sendiri menyatakan, sebelum meledak dan jatuh, pesawat tidak menunjukkan tanda atau mengeluarkan pernyataan akan ada bahaya. Penyebab pasti jatuhnya Malaysia Airlines MH17 memang belum diketahui.
Kendati, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak meminta keadilan dan tanggung jawab dari mereka yang terbukti menembak jatuh pesawat tersebut.
Dalam konferensi pers, Jumat 18 Juli 2014, di Kuala Lumpur, Najib menyatakan sepakat dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama bahwa penyelidik harus mendapat akses penuh ke lokasi jatuhnya pesawat.
"Pihak berwenang di Ukraina yakin pesawat itu ditembak jatuh," kata Najib. "Namun dalam tahap ini, Malaysia tidak dapat memverifikasi penyebab tragedi ini. Tapi kami harus, dan kami akan, menemukan persisnya apa yang terjadi pada penerbangan ini. Tidak ada batu yang tidak akan kita balik," ujar Najib seperti yang dilansir VOA.
"Jika yang terjadi pesawat itu memang ditembak jatuh, kami bersikeras agar pelakunya harus segera diadili," lanjut Najib.
Terkait sejumlah pihak mempertanyakan kenapa MH17 melintasi Ukraina yang dinilai zona perang, Najib Razak mengatakan bahwa jalur yang dilalui Boeing 777 itu aman menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional.
"Pesawat terbang di rute yang aman berdasarkan yang ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional," ujar Najib.
Dia mengatakan, pihaknya telah mengirim tim ke Kiev. Malaysia juga telah mengontak pemerintah Ukraina untuk bekerja sama.
Guna mengungkap tragedi ini, Malaysia telah mengirim tim khusus ke lokasi jatuhnya pesawat, Kyiv, yang terdiri dari tim penyelamatan dan pertolongan bencana.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun angkat bicara. Menurutnya, jika memang jatuhnya pesawat komersil ini akibat ditembak rudal, maka ini melanggar hukum perang.
"Kalau benar pesawat sipil itu jatuh ditembak oleh senjata militer, itu adalah pelanggaran hukum internasional dan bahkan hukum perang," tegas SBY di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat 18 Juli 2014.
Dari sejumlah sumber resmi dan dipercaya, kata SBY, pesawat Malaysia itu jatuh karena ditembak oleh peluru darat ke udara. Oleh karena itu Indonesia sungguh menyerukan agar segera dilakukan ivenstigasi secara internasional.
Advertisement
Rudal Canggih
Rudal Canggih
Salah satu pertanyaan kunci terkait kecelakaan Malaysia Airlines yang coba diungkap para penyelidik adalah, siapa yang bertanggung jawab menembakkan rudal itu.
Teka teki lain yang perlu dijawab adalah, senjata macam apa yang bisa menembak jatuh pesawat berpenumpang penuh yang melayang di ketinggian 33.000 kaki atau lebih dari 10 kilometer.
Sebuah sistem radar mendeteksi sistem rudal --yang diluncurkan dari darat-- dinyalakan dan melacak sebuah pesawat sesaat sebelum MH17 jatuh. Demikian diungkap salah satu pejabat Amerika Serikat pada CNN.
Sistem kedua juga melihat jejak panas di saat pesawat ditembak. AS sekarang sedang menganalisis lintasan rudal untuk menentukan di mana serangan itu berasal.
Peluncur rudal bahu --yang terkadang ada dalam daftar persenjataan kelompok pemberontak dan separatis, layak dikesampingkan. Demikian menurut para ahli.
"Ketinggian jelajah normal pesawat penumpang sipil di luar daya jangkau sistem pertahanan udara portabel yang kita lihat sedang dikembangkan di tangan pemberontak di timur Ukraina," kata Nick de Larrinaga dari IHS Jane's Defence Weekly seperti dikutip dari CNN, Jumat 18 Juli 2014.
Sementara, analis militer CNN, Rick Francona mengatakan daya jangkau maksimal peluncur bahu adalah 15.000 kaki. "Fakta ini mengindikasikan, rudal yang diluncurkan dari darat ke udara, atau dari udara ke udara menjadi kemungkinan yang terbaik," kata dia.
Salah satu kandidat adalah sistem rudal Buk, yang dikembangkan pada era Uni Soviet dan dioperasikan oleh angkatan bersenjata Rusia dan Ukraina.
Sistem misil yang dikenal sebagai SA-11 di kalangan NATO tersebut dioperasikan baik oleh Rusia maupun Ukraina. Demikian menurut Direktur Defense and Intelligence Project at the Belfer Center for Science and International Affairs di Harvard University, Brigadir Jenderal Purnawirawan Kevin Ryan.
Sistem rudal tersebut lebih dari cukup untuk menembak jatuh sebuah pesawat yang terbang pada ketinggian tersebut. Senjata macam itu biasanya dipegang tentara Rusia di level divisi.
Kemungkinan lain adalah rudal S-200 buatan Rusia yang dioperasikan Moskow maupun Ukraina. Juga misil S-300 dan S-400. Senjata-senjata terakhir adalah buatan Rusia yang setara dengan Patriot milik AS.
Apa yang tampaknya tak mungkin, kata Ryan, adalah bahwa separatis pro Rusia menguasai senjata canggih seperti itu dan menggunakannya untuk menembak jatuh sebuah pesawat. "Butuh banyak pelatihan dan koordinasi untuk meluncurkan satu dari senjata-senjata seperti itu," katanya.
Biasanya, sistem rudal dari darat ke udara terdiri atas kendaraan komando, kendaraan radar, beberapa self-propelled launcher, kendaraan pengangkut, bahkan sejumlah kendaraan untuk mengangkut rudal-rudal baru. Demikian menurut Dan Wasserbly, editor IHS Jane's.
Ryan menyimpulkan, jika benar MH17 ditembak jatuh, kekuatan militer profesional --entah sengaja atau kecelakaan-- bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Upaya Indonesia
Upaya Indonesia
Guna mengungkap dan mengetahui siapa yang bersalah atas tragedi MH17 ini, berbagai negara siap membantu menginvestigasi dan mengevakuasi korban. Terutama negara yang warganya turut dalam kisah tragis itu, seperti Malaysia, Indonesia, Belanda dan beberapa negara lainnya termasuk Ukraina.
Total 181 orang sudah berhasil dievakuasi. Demikian keterangan Kementerian Luar Negeri Ukraina, yang dikutip dari Reuters, Jumat 18 Juli 2014. Namun belum semua jenazah dari 298 orang yang ada di dalamnya berhasil ditemukan.
Pejabat Kemenlu Ukraina Andriy Sibiga mengatakan, jasad-jasad tersebut akan dipindah ke Kota Kharkiv, yang sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah.
Pihak separatis sepakat untuk membantu proses investigasi kecelakaan dan memastikan akan menyediakan akses yang aman bagi tim ahli internasional untuk mendatangi lokasi. Â
Kondisi MH17 hampir tak utuh. Kokpit, turbin, dan ekor terpisah cukup jauh mengindikasikan pesawat ini telah pecah atau hancur sebelum menghantam daratan. Sulit rasanya menemukan keseluruhan korban secara utuh.
Pemberontak pro Rusia di Ukraina menyebut mereka menemukan 1 kotak hitam pesawat, sementara tim Search and Rescue (SAR) menemukan kotak rekaman kedua.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menyatakan secara resmi siap membantu menginvestigasi dan mengevakuasi korban, khususnya bagi WNI. Hal itu disampaikan langsung Presiden Susilo Bambang Yusdoyono.
Untuk mendapatkan informasi lengkap warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban, SBY akan komunikasi langsung dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. SBY juga menyatakan Indonesia siap bergabung dengan tim investigasi internasional.
Selain itu, dalam menangani insiden ini, pemerintah Indonesia akan berupaya hati-hati saat mengeluarkan pendapat. 1 Hal yang akan dikedepankan adalah memberitahukan kabar kepada keluarga sebelum mengumumkan di media. Serta mengimbau maskapai agar menghindari daerah konflik guna menghindari tragedi ini.
Tak hanya itu, SBY juga mendesak Dewan Keamanan Perserikan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk segera mengambil tindakan solusi damai di Ukraina-Rusia.
Kapolri Jenderal Sutarman juga menyatakan hal serupa. Sementra Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Boy Raffi Amar mengatakan, 12 korban sudah teridentifikasi sebagai Warga Negara Indonesia. Dari jumlah itu, baru 4 orang yang telah melapor ke Mabes Polri untuk diambil sampel darahnya atau cek DNA.
Sales and Marketing Manager Commercial Malaysia Airlines, Alvin Maulana mengatakan menegaskan jumlah korban yang benar, yakni 298 jiwa termasuk awak pesawat, bukan 295 jiwa. Mereka terdiri dari 15 awak pesawat, 154 warga Belanda, 38 warga Malaysia, 27 warga Australia, 12 warga negara Indonesia, 9 warga Inggris, 4 warga Jerman, 4 warga Belgia, 3 warga Filipina, dan 1 warga Kanada.
Namun data penumpang ini masih simpang siur. Data korban berbeda dengan data dari MAS di Amsterdam. Hal ini dialami dari keluarga Ninik Yuriani, salah satu penumpang Malaysia Airlines MH17.
Keluarga Ninik, Enny Nurhaeni, mengaku mendapat informasi dari anak Ninik di Hoven, Belanda bahwa ibunya merupakan penumpang pesawat MH17. Atas informasi itu, Enny memutuskan untuk datang ke kantor perwakilan Malaysia Airlines di Jakarta.
"Anaknya di Hoven sudah dapat data dari MAS Amsterdam dan menyatakan ibunya ada di pesawat itu," kata Enny di Gedung WTC, Sudirman, Jakarta, Jumat 18 Juli 2014.
Dirinya tidak mengetahui, kapan informasi kepastian keberadaan kakak kandungnya itu ia dapatkan. Pihak MAS Indonesia hanya berjanji menginformasikan kabar terbaru langsung kepada keluarga. "Belum bisa memastikan. Secepatnya kalau dapat informasi MAS di Kuala Lumpur, mereka akan hubungi keluarga di Indonesia," tandas Enny.
Sementara Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan sejauh ini ada 12 WNI yang jadi korban. Namun, kemungkinan korban bertambah bisa saja terjadi. Sebab, berdasarkan informasi yang didapatkan ada 41 jenazah yang belum bisa diidentifikasi. Marty pun tak berani mengambil kesimpulan jenazah tersebut bukan WNI.
Kini upaya keseriusan pemerintah Indonesia menangani korban WNI dalam pesawat MH17 tentu menjadi harapan besar bagi keluarga di Indonesia. Semoga niat pemerintah Indonesia segera tak ada halangan, agar keluarga korban lebih tenang. Setidaknya mengurangi luka mereka yang teramat mendalam. (Riz)
Advertisement