Sukses

[INFOGRAFIS] Mainan Boneka untuk Anak Lelaki, Salahkah?

Tak ada salahnya memberi mainan boneka pada anak lelaki.

Liputan6.com, Jakarta Memberikan mainan untuk buah hati memang tak ada salahnya. Tapi mindset para orangtua saat ini biasanya membelikan mainan mobil-mobilan untuk anak laki-laki dan sebaliknya, membelikan boneka untuk anak perempuan. Tak ada salahnya memang.

Namun, menurut Psikolog Perkembangan Anak dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia dan Konselor Sekolah di Jabodetabek, Vera Itabilianan Hadiwidjojo, Psi, anak-anak usia di bawah lima tahun atau balita sedang dalam tahap eksplorasi. Sehingga orangtua mestinya tidak membatasi jenis mainan tertentu untuk anak.

"Anak laki-laki suka boneka atau warna pink kenapa enggak. Sebaliknya, anak perempuan main robot-robotan, kenapa nggak. Cuma sebagai orangtua pasti ada rasa khawatir. Bagaimana nanti kalau anak saya gemulai, nanti keterusan," katanya, saat acara Fisher Price dan ditemui di Pondok Indah Mal, Jakarta, ditulis Jumat (4/7/2014).

Jika itu yang terjadi, kata Vera, itulah pentingnya pendampingan saat anak bermain. Karena penyimpangan seksual yang terjadi saat dewasa, sebenarnya bukan karena salah pilih mainan ketika balita. Melainkan pola pengasuhan dalam mengarahkan gender pada anak yang tepat.

"Ok, anak laki-laki main boneka. Tapi ketika main, diarahkan anaknya untuk menjadi laki-laki. Seperti misalnya, eh kamu jadi ayahnya ya. Jadi nggak usah dilarang bonekanya. Cuma dibelokin aja," jelasnya. 

Vera menuturkan, anak usia 2-5 tahun merupakan usia dia meniru dan mencoba segala hal. Semakin anak dilarang, itu akan menimbulkan rasa bersalah pada dirinya hingga dewasa.

"Anak laki-laki yang dilarang main boneka misalnya, ia akan merasa bersalah terus menerus, aku jelek, aku bikin mama marah. Jadi efeknya negatif kalau melarang atau membatasi satu jenis mainan pad anak," ungkapnya.

Vera menambahkan, dengan membebaskan anak bermain apa saja, pada akhirnya anak akan memilih prefrensi sendiri saat remaja. Hal ini akan lebih baik jika di rumah, ia diajarkan untuk membedakan gendernya.

Misalnya, ucapkan saja, 'ganteng banget anak mama pakai celana'.Satu hal lagi, kata Vera, kebebasan bermain ini hanya dilakukan sebelum anak puber. Kalau anak  telah puber, masalah gender ini akan menjadi masalah.

 

Â