Liputan6.com, Jakarta - Kisah cinta Presiden Pertama RI Soekarno manjadi sisi lalin kehidupan Sang Proklamator. Sejumlah wanita diketahui pernah dinikahi Bung Karno. Salah satunya, Maharani Wisma Susana Siregar.
Pengakuan sebagai istri Bung Karno itu diungkapkan putri dari Maharani, Siti Aisyah Margaret Rose. Menurutnya, Sang Bunda dinikahi Bung Karno pada tahun 1958.
Seperti apa kisah cinta Bung Karno dengan Maharani? Dalam wawancara khusus dengan Amii Nindita dari Liputan6.com, Aisyah menuturkannya.
Ibu Aisyah Apa Kabar? Â Sekarang Kegiatannya Apa?
Alhamdulillah baik, sehat. Ya Alhamdulillah waktu saya masih gadis, umur 19 tahun sudah bekerja di Citibank dari tahun 1980, dan pensiun tahun 1995 pada umur 34 tahun. Lalu saya masuk di Bank DKI menjadi Direktur Marketing tahun 1998 sampai 2002.
Setelah itu saya melanjutkan perusahaan saya sendiri yaitu PT Gita Cipta Pariwara, menjadi Direktur Utama dan sebagai owner juga. Line of busines-nya itu marketing, corporate communication, sponsorship, PR, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang lain bersifat consultan finance.
Ibu Aisyah Ini Katanya Anak dari Bung Karno, Benar Kah Ibu?
Iya Alhamdulillah memang benar begitu, itu memang sudah takdir dari Allah SWT. Memang ayah saya H. Ir Soekarno, ibu saya Ibu Hj Maharani Wisma Susana Siregar, Istri setelah Ibu Fatmawati. Mami saya kelahiran Liverpool, Inggris. Beliau adalah veteran pejuang Indonesia, dapat pensiun dari negara RI. tidak sebagai istri presiden, tapi sebagai veteran.
Advertisement
Rasa-rasanya memang istri presiden nomor 1 tidak ada punya pensiun, jadi mami saya punya pensiun dari suami terusanya Fidaus Harahap.
Ibu Maharani Ini Menikah dengan Bung Karno, Pertemuannya Seperti Apa Sebenarnya?
Pertemuannya begini, tadi saya belum saya sampaikan, mami itu punya orangtua namanya H Hasan Basari Siregar dan Ibu Nuriah Sabiah Nasution. Beliau itu amtenar, jadi setara dengan Belanda. Zaman dulu itu kan belum ada warga negara Indonesia, jadi warga negaranya Belanda. Jadi dia setahun sekali ke Belanda. Tinggalnya di Mangun Sarkoro Nomor 48.
Mamih kenal sama Bung Karno itu sudah dari kecil, jadi ayahnya H Hasan Siregar itu berkawan dengan Bung Karno, jarak umur antara Ibu Maharani dengan Bung Karno 24 tahun. Mamih lahir 5 Juni 1925, ayah saya 6 Juni 1901.
Mamih kecil itu sudah dikenal Bung Karno, itu sejak kecil sampai dia dewasa. Dia pintar balet, belajar di Rusia dan pintar yanyi, serta menguasai beberapa bahasa asing, dan mami itu juga menjadi veteran pada saat menurunkan bendera Belanda.
Mamih Maharani menurunkan bendera Belanda dan dia sobek biru-birunya, kan merah, putih, biru. Birunya dia robek di depan petugas-petugas Belanda.
Ibu Maharani Tidak Pernah Terekspos, Kita Tidak Tahu, yang Kita Tahu Hanya Fatmawati Menjahit Bendera Merah Putih. Tapi Ibu Maharani Sendiri?
Itu menjahit bendera merah putih, kalau mami malah turunin bendera Belanda. Terus dia sobek birunya dan dia naikin lagi bendera merah putih, di situlah dia dapat jadi veteran pejuang. Alhamdulillah mami juga orangnya tidak mau ekspos, low profile dan itu juga untuk kepentingan supaya kondusif lah semuanya, karena bisa jadi kalau terungkap, dahulu tuh ada yang like and dislike.
Jadi tunggu situasi aman, bagus, baik, jadi tidak ada yang namanya like and dislike atau iri, atau marah atau dengki.
Kita ingin semua damai, karena itu sudah takdir dari Allah, karena belum tentu anak dari ibu yang ini ibu, yang itu atau ibu yang ini, saling suka. Anak satu, bapak satu, ibu saja suka berantem ya kan...
Pernikahan Ibu Maharani dengan Bung Karno Ini Tahun Berapa?
Menikahnya tahun 1958, pisah lagi 1962.
Beliau Berpisah Kenapa Ibu?
Karena kan itu sudah takdir, jadi sebelumnya mami tu sudah dilamar sama Bung Karno waktu masih gadis. Tetapi orangtuanya mami yang menjadi wali Allah mami tidak mengizinkan menikah dengan Bung Karno saat dia masih gadis. Ayah saya itu sudah menikah kan, jadi tidak diizinkan. Akhirnya mami menikah dengan papi Firdaus Harahap, yang Kapolda NTT dulu.
Nah terus mami menikah dengan polisi di NTT dan melahirkan Roswita di Waingapu, Linda di Selong, dan Mona di Selong. Lalu Ayah Saya Bung Karno terus minta papi (Firdaus) pindah dari NTT ke Jakarta, lalu meminta papi bersama mami datang ditemani oleh Pak Hoegeng (kelak menjadi Kapolri).
Kan presiden berkuasa penuh, jadi Bung Karno minta papih (Firdaus) datang bersama mamih sama Pak Hoegeng, di situ ternyata sudah ada Sutan Syahrir, Sultan Hamengku Buwono IX (Gubernur DIY), dan Ahmad dari veteran pejuang. Papi saat itu sudah bisa menebak bahwa dia akan menyerahkan ibu Maharani ke Bung Karno, karena papi tahu pada waktu masih gadis mami sudah dilamar karena dia kan saudaranya.
Waktu itu Bung Karno bilang, saya waktu itu melamar Maharani kepada wali Allah-nya, yaitu kedua orangtuanya. Waktu masih gadis tidak diizinkan, jadi beliau melamar Maharani kepada wali Allah-nya, sekarang papi Firdaus yang sebagai suaminya.
Di situ tidak ada terjadi keributan katanya, secara Islam diserahkan, diceraikan dan langsung dinikah. Saya dengar dari para saksi, juga dari papi Firdaus sendiri. Jadi betapa indahnya saat itu, damainya, karena semua Lillahitaala takdir menghormati keputusan Allah dan waktu itu ditinggal lah mami di situ katanya. Dari situ akhirnya ibu Fatmawati katanya langsung pergi dari istana.
Istri dari Sebelumnya Mungkin Tidak Suka?
Saya lahir di istana juga, diceritakan lagi sama kakak saya Roswita, setelah lahir di Istana diceritakan lagi sama papi Firdaus, saya dilarikan ke Rumah Sakit Bersalin Margrit di Cigitro, untuk perawatan, kan lahirnya di istana, tapi untuk perawatan di Rumah Sakit Margrit. Papih waktu itu katanya mau lihat tapi nggak boleh, ditemenin Rowita itu.
Papi Firdaus juga cerita. Terus karena papi itu sayang dan cinta sama mami, sama Bung karno itu karena Allah. Jadi tingkat ketakwaan iman Islam-nya papi Firdaus, mami dan Bung Karno, hebat menurut saya, dan perlu ditiru bahwa kita harus ikhlas, sabar, karena itu sudah keputusan Allah.
Setelah saya beranjak dewasa, saya kan balik lagi ke istana. Mami waktu itu tidak tahannya karena apa. Ternyata menikah lagi kan ayah saya (Bung Karno), terus kembali lagi sama papi Firdaus. Jadi dipanggil lagi papi Firdaus, semuanya gentle, elegan, luar biasa. Karena mereka tahu bahwa ini sudah kekuasaan Allah.
Papi Firdaus itu dipanggil lagi sama Pak Hugeng dan beberapa saksi lagi, diserahkan lagi, diceraikan lagi, kembali menikah lagi di istana tahun 1962. Bung Karno bukan habis manis sepah dibuang, orangnya sangat gentle, 'lanang en jagad' katanya, ramah, cakep, ganteng, keren gitu ya.. dan bertanggung jawab.
Dia tidak pernah berselingkuh dan menghargai wanita, dan Ibu mau dinikah sama Firdaus di istana setelah diceraikan secara Islam, lalu pergi ke Pondok Karya ke rumahnya (Firdaus).
Ibu Aisyah waktu itu Sudah Umur Berapa?
Itu kan saya umur 2 tahun, jadi saya tidak tahu cerita itu. Diceritakan lagi sama papi Firdaus, terus saya ditinggal di istana, masih kecil. Tahun 1963 akhirnya lahir Meli, dari papi Firdaus. Jadi 3 dari Firdaus, 1 dari Bung Karno, 1 lagi dari Firdaus.
Tahun 1965 papi pindah ke Balikpapan. Bung Karno panggil supaya Aisyah tidak dibawa ke Balikpapan, terus ternyata saya dibawa ke Balikpapan. Saya masih ingat dijemput Pak Hamengku Buwono dibawa lagi ke Jakarta sendirian. Saya tinggal di istana nangis-nangis enggak kenal sama semua orang. Â
Saya akhirnya tinggal di Menteng, Mangunsarkoro no 68, sama opung saya, Kiai Haji Hasan Basari Siregar dan Hj Nuriah Nasution. Saya disekolahkan sama Bung Karno di Madrasah Jalan Anyer sampai kelas 4. Ayah saya sering bolak-balik ke Mangunsarkoro. Kenangan indah yang saya engggak bisa lupa ayah saya selalu datang, enggak mungkin enggak di saat dia sesibuk apapun dia datang.
Dia bisa nyuapin saya kalau pagi, enggak setiap hari sih. Kalau pagi hanya telur merah sama nasi panas diaduk, lalu saya selalu disuapin selalu dengan bismillah. Itu yang saya akhirnya sampai SMP, saya maunya makan sama telur mentah sama nasi panas sampai saya kelas 4. Dia datang bisa pagi, siang dan malam. Saat saya tidur saya selalu digarukin dengan bacaan Alfatihah.
Akhirnya opung saya meneruskan dengan menggaruk. Jadi akhirnya saya dengan papi Firdaus Harahap, saya kehilangan orang yang garukin saya. Garukin siapapun nggak enak rasanya, dan yang paling saya ingat saat saya main otopet di Taman Suropati suka dijemput dan saya nggak cerita sama siapapun main otopet di Taman Suropati.
Sampai pada suatu hari kita diundang, waktu peresmian Partai Demokrat di Jalan Kramat. Waktu itu saya ketemu orang manggil-manggil saya, orang Ambon. Kalau tidak salah namanya Pak Bram. Dia panggil, "Aisyah... Aisyah... saya dulu yang jagain Aisyah di Taman Suropati main otopet."
Pada saat itu saya memang duduk nunggu sambil main otopet. Saya sampai kaget, saya enggak pernah cerita sama suami saya, sama siapapun nggak mau cerita, karena saya dipesan enggak boleh cerita kalau saya anak Soekarno. Untuk keselamatan saya waktu itu, karena tidak kondusif. Jadi saya kaget, saya juga nangis peluk dia.
Itu kenangan indah, makanya anak saya disekolahkan di SD Besuki, Menteng, H. Muhammad Adikaharadi dan Hj Siti Aisyah Masakasandra. Saya selalu ajak anak main ke Taman Suropati, saya joging setiap pagi di situ juga. Anak-anak main skateboard, main sepeda juga di situ. Sampai saya bikin burung-burung merpati di pohon, waktu itu saya sudah jadi direktur Bank DKI yang diresmikan oleh Bang Yos.
Terakhir Ibu Bertemu dengan Bung Karno Kapan?
Terakhir saya kelas 4 SD, waktu beliau meninggal itu saya sudah enggak bisa lihat lagi. Ternyata sakit, saat itu saya enggak boleh masuk.
Kalau Ibu Aisyah Pada Saat Itu Bilang Anaknya Bung Karno bagaimana?
Enggak boleh... semua orang kan enggak boleh, katanya kan begitu. Saya masih kelas 4 SD, akhirnya opung bilang, doakan saja. Akhirnya saya dari SD Madrasah di Jalan Anyer dipindahkan sempat di Besuki, SD Meksiko. Di Besuki itu enggak sampai satu bulan. Itu sama-sama Obama satu kelas. Berry saya pikir dia orang Ambon, karena dia agama Islam, salat juga.
Waktu saya sekolah di SD Meksiko itu karena ayah saya Bung Karno sudah meninggal. Saya dipindahkan ke SD Meksiko karena saya dibawa keluarga Firman Harahap ke Jalan Hanglekir 8 no 15. Firman Harahaf yang petenis dulu. Setelah di Jalan Hanglekir saya dijemput papi Firdaus sama mami Maharani dibawa ke Balikpapan lagi.
Kenangan Apa yang Paling Ibu Ingat dan Apa Nasihat-nasihat Beliau yang Sampai Sekarang Ibu Tanamkan di Diri Ibu dan ke Anak-Anak Ibu?
Yang ditanamkan selalu agama Islam, karena kita tercipta sebagai makhluk yang harus saling menyayangi, yang harus saling menghormati. Ada namanya sejarah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah dalam arti ada Taurat, Zabur, Injil dan Alquran.
Menurut agama Islam, kita tidak boleh memusuhi dengan agama lain, karena masing-masing enggak boleh saling menyakiti, harus damai, menghormati, dan agamamu adalah Islam, nabimu adalah Nabi Muhammad. Ada yang namanya takdir, harus sabar di atas rata-rata dan harus bisa ikhlas.
Saat itu saya masih kecil, tapi hafal kalimat-kalimat itu, dan saya selalu dibacakan Alfatihah, selalu apa-apa harus Bismillah. Saya bisa mendalami agama karena beliau, selalu saya diajarin.
Pada Saat Itu Ibu Jarang Bertemu dengan Bung Karno?
Rasanya enggak, kaya anak-anak sekarang saja yang pergi kerja. Dia (Bung Karno) quality time pokoknya, jam berapa saja dia jumpa.
Ibu Maharani Sendiri Sekarang Masih Ada?
Masih ada, sekarang beliau berumur 89 tahun.
Ada satu cerita lagi, saya bukan politisi, i'm not politicians but i'm a banker. Saya mau ada massage buat semua rakyat Indonesia di muka bumi ini.
Tolonglah jangan ingin berkuasa, apa lagi yang sekarang lagi pemilihan presiden kemarin. Tolonglah menjadi khalifatullah, itu semua adalah Allah yang menentukan, kalau dari hasil quick count atau apapun nanti dari MK (Mahkamah Konstitusi) tolonglah lega, legowo, bersatu padu lagi, tidak ada kamu... kamu... aku... aku.... enggak.
We are one, Islam adalah satu, karena yang berkuasa hanyalah Allah. Jadi nanti siapapun yang terpilih damai saja, jangan ada yang merasa lebih hebat, lebih tinggi, lebih kaya, lebih segala macam. Tidak perlu, karena yang paling hebat hanyalah Allah, yang kaya hanya Allah, semua itu hanya titipan, khalifatullah itu sudah ada catatan.
Jadi bagaimana caraya kita menyikapi yang kalah sama yang menang. Seperti saya mengalami jadi caleg dari PKPI, karena Bang Yos ngajak saya. Saya bukan politisi, tapi saya diajak beberapa partai, seperti PDIP, Partai Demokrat.
Saya tidak mau kerja sebagai politisi, saya ingin bermanfaat bagi masyarakat secara nyata. Karena partai ini, partai itu jadinya seperti bermusuhan. Akhirnya saya ikut bersama Bang Yos, yaitu PKPI. Beliau bilang, "kamu kan direktur Bank DKI saya, kita kekurangan nih untuk quota perempuan."
Saya ikut bersama anak saya Hj Anisa. Alhamdulillah enggak jadi, tapi suara saya banyak. Itu tadi enggak usah pake ribut, karena Allah tidak menentukan kita untuk duduk di DPR. Tapi kita bisa bermanfaat untuk masyarakat, dengan keramah-tamahan, dengan tutur kata, dengan perbuatan, dan dengan rasa ingin memberi.
Mungkin ini bukan menasehati, saya ingin kepada Bapak Prabowo Subianto, kepada Bapak Joko Widodo, berangkulanlah, we are one. Jangan sampai ribut, juga para relawan.
Berterimakasihlah pada Allah SWT, kita sudah diciptakan oleh Allah SWT sebagai manusia dan bisa hidup di Indonesia. Semoga Indonesia menjadi negara adi kuasa yang melebihi dari Amerika.
Saya yakin... merdeka.
(Mut)