Sukses

Lika-liku Fakta Baru Persidangan Ade Sara

"Kenapa kalian berbohong? Tolong kasih keterangan yang benar," kata ibunda Ade Sara sambil menahan tangis di hadapan Hafitd dan Syifa.

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Hanz Jimenez Salim

Kedua pembunuh mahasiswi Universitas Bunda Mulia, Ade Sara Angelina Suroto didudukkan di kursi pesakitan hari Selasa 19 Agustus 2014. Berkemeja putih dan celana hitam disertai rompi tahanan, terdakwa Ahmad Imam Al-Hafitd -- mantan kekasih Ade Sara memasuki ruang sidang.

Sementara dalam sidang perdana kasus pembunuhan yang juga menyeret pacar baru Hafitd, Assyifa Ramadhani mengenakan busana serupa dipadu dengan kerudung.

Tangis haru keluarga dan rekan-rekan korban pun pecah menyaksikan jalannya sidang.

Sidang perdana itu digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pukul 13.00 WIB, beragendakan pembacaan dakwaan. Sidang dakwaan ini hanya diikuti tersangka Hafitd, sementara sang pacar yang juga menjadi tersangka, Assyifa Ramadhani, dijadwalkan menjalani sidang secara terpisah.

Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jakarta, kedua terdakwa tidak didampingi pengacara. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Hapsoro pun menanyakan mengenai ketidakhadiran pengacara dari terdakwa.

"Kami sudah ada pengacara," ucap Hafitd singkat di meja hijau, Selasa (19/8/2014).

Hapsoro kemudian membacakan pasal yang didakwakan kepada Hafitd dan Assyifa. Keduanya diancam dengan hukuman primer Pasal 340 yang mengatur tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup. Selain didakwa pasal berlapis, keduanya terancam hukuman mati atau penjara 20 tahun.

"Setelah kami pelajari, saudara didakwakan pasal yang primer, Pasal 340 Juncto 51, maksimalnya adalah seumur hidup karena pembunuhan berencana," kata Hapsoro dalam ruang sidang PN Jakarta Pusat, Selasa.

Tak hanya didakwa membunuh secara berencana, kedua terdakwa juga didakwa Pasal 338 tentang pembunuhan dengan hukuman maksimal 15 tahun.

Sementara itu, saat membacakan dakwaann di ruang sidang, JPU Aji Santoso menyebut Ade Sara tewas dalam keadaan hamil 2 bulan. Aji menuturkan, ketika korban disiksa oleh kedua terdakwa di dalam mobil KIA Visto B 8328 JO milik terdakwa Hafitd, Ade Sara disuruh membuka baju oleh terdakwa Assyifa dengan maksud agar korban tidak kabur dari mobil.

Setelah bersedia membuka bajunya, ucap Aji, Ade Sara kemudian membuat pengakuan kepada kedua terdakwa bahwa dia tengah hamil 2 bulan. "Gue mau jujur kalau gue hamil, sama teman kampus gue namanya Jofi. Gue sudah hamil 2 bulan," ucap Aji menirukan perkataan Ade Sara.

Pengakuan Ade Sara itu mengejutkan Hafitd dan Assyifa. Dalam dakwaan tersebut, kedua terdakwa menanyakan kepada Ade Sara kenapa bisa sampai hamil.

"Kok bisa kejadian gitu?" tanya kedua terdakwa. Ade Sara menjawab, "gue yang maksa Sif di apartemen daerah Sunter, gue ngelakuinnya sama dia. Si Jofi emang suka nidurin cewek-cewek."

Ade Sara pun memohon agar tak disiksa demi bayinya.

"Tolong jangan disetrum lagi, gw takut bayi gw keguguran dan kenapa-kenapa," kata Aji menuturkan perkataan Ade Sara di ruang sidang.

Mendengar perkataan itu, sambung Aji, Hafitd naik pitam dan langsung mencekik leher Ade Sara dengan tangan kiri. Saat itu Hafitd yang sambil mengendarai mobil dan meminta korban untuk diam.

Keluarga Membantah

Mendengar dakwaan dari JPU Aji, ibu Ade Sara, Elisabeth Diana pun membantahnya.

"Tidak mungkin anak saya mengaku hamil, karena hasil otopsi tidak menyebutkan ada janin di rahimnya, saya juga menemukan ada pembalut di kamar mandi, sehari sebelum Ade Sara diculik pelaku," kata Elisabeth di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ayah Ade Sara, Suroto juga mengaku tak mengenal Jofi. Pria yang menghamili putrinya seperti disebutkan JPU Aji dari penuturan Ade Sara.

Tak hanya itu, Elisabeth pun mengaku kecewa dengan fakta-fakta persidangan yang dibacakan JPU melalui dakwaan setebal 16 halaman itu.

"Tidak tidak, tidak kenal. Saya cuma tahu nama itu saja. Tapi belum pernah ke rumah," ungkap Suroto.

"Saya pikir itu BAP nya akan banyak yang berubah. Nama Jofi itu saya tidak tahu. Tapi intinya dia tidak terkait kasus ini," tambah Suroto.

Suroto menambahkan, pihaknya akan mengajukan saksi persidangan dalam mengungkap siapa bernama Jofi itu. "Ya mungkin saja nanti kita bisa berikan saksi dari kerabat Ade Sara untuk menjawab dakwaan ini," tandas dia.

Elisabeth Diana pun meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memberikan vonis seadil-adilnya bagi kedua terdakwa. Bahkan, ia tak meminta kepada majelis hakim untuk tidak menghukum kedua terdakwa dengan seberat-beratnya.

"Saya tidak menginginkan vonis yang seberat-beratnya, saya hanya ingin seadil-adilnya," ucap Elisabeth.

Elisabeth pun menambahkan, tidak menginginkan kedua terdakwa untuk dihukum mati akibat perbuatannya yang telah menewaskan putri semata wayangnya itu.

Usai sidang, Elisabeth Diana dan suaminya Suroto berserta rekan-rekan Ade Sara terlihat mencegat Hafitd dan Assyifa. Elisabeth meminta kepada kedua terdakwa untuk memberikan keterangan yang benar.

"Kenapa kalian berbohong? Tolong kasih keterangan yang benar," kata Elisabeth sambil menahan tangis di hadapan Hafitd dan Syifa.

Ayahanda Ade Sara, Suroto pun menunjukkan potret putri mereka ke hadapan terdakwa. Tak ada satu pun kata yang terucap dari kedua pelaku, hanya kucuran air mata dan raut muka penyesalan yang terpancar.

Sementara itu teman-teman Ade Sara dan kerabat menyoraki mereka yang digiring polisi kembali ke dalam sel tahanan.

Sidang atas kasus pembunuhan tersebut akhirnya selesai dilaksanakan sekitar pukul 15.30 WIB. Ketua Majelis Hakim Persidangan Hapsoro mengatakan bahwa sidang selanjutnya atas kasus tersebut akan digelar pada Selasa pekan depan, 26 Agustus dengan agenda pembacaan eksepsi atau jawaban atas dakwaan JPU.

Ade Sara dibunuh kedua terdakwa pada 3 Maret 2014. Mayatnya kemudian dibuang di jalan Tol Bintara, Bekasi, Jawa Barat. Sebelum Ade Sara tewas, kedua terdakwa menculiknya di dekat Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat. Baik Ade Sara maupun kedua terdakwa, ketiganya masih berstatus mahasiswa perguruan tinggi swasta di Jakarta. (Ali)