Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tidak kenal Novela Nawipa. Sosoknya menjadi perbincangan hangat di kalangan media saat ini setelah menjadi saksi di hadapan Hakim Konstitusi terkait sidang gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sosok Novela menjadi begitu fenomenal laksana selebritis tanah air, karena saksi yang berasal dari Paniai Timur, Kampung Awabuto, Papua ini dengan tegas, lugas, dan berapi-api memberikan kesaksian bahwa telah terjadi kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif dalam pelaksanaan Pilpres 2014.
Ingin mengenal lebih dekat lagi dengan sosok pengusaha kontraktor dan leveransi ini? Berikut petikan wawancara presenter Liputan6.com Ami Nindita dengan Novela Nawipa:
Baca Juga
Setelah memberikan kesaksian di Mahkamah Konstitusi, Andaa menjadi buah bibir. Boleh diceritakan apa saja pengalamannya setelah memberikan kesaksian di MK Bu?
Advertisement
Bagi saya itu biasa saja. Saya datang ke Jakarta sini menyampaikan kesaksian. Saya tidak mencari sensasi, tetapi yang namanya kebenaran, kejujuran, dan keadilan memang harus ditegakkan.
Apa yang Anda dapatkan setelah ini?
Jadi yang perlu saya tekankan di sini bahwa ketika saya bersaksi di MK, saya tidak ada di bawah tekanan siapapun dan tidak diintimidasi dari manapun dan dari siapapun.
Berarti sesuai?
Ya, tetapi setelah saya bersaksi di MK, saya dintimidasi dan mendapat tekanan, mendapat teror dari siapa saja. Baik itu via SMS maupun telepon.
Anda kemarin sempat datang ke Komnas HAM. Anda diundang atau langsung datang ke sana?
Saya datang dalam kapasitas sebagai keluarga. Jadi, Abang Natalis (Komisioner HAM Natalis Pigai) ini, abang kami, kakak kami berasal dari Sulawesi. Merasa sebagai kakak, lama tidak berjumpa. Kebetulan saya ada di sini bersama Abang Tirus di Jakarta, kami pergi menjumpai Abang Natalis Pigai. Tetapi sesampainya saya di Kantor Komnas HAM sudah dikerumuni media massa. Saya jadi kaget dan bingung. Sesungguhnya kedatangan saya ke sini hanya untuk mau bersilaturahmi dengan abang, tidak lebih daripada itu.
Anda mengetahui awak media mendapatkan informasi Anda akan ke Komnas HAM?
Tidak tahu saya, karena memang saya dengan Abang Natalis. Saya komunikasi dengan Abang Natalis hanya karena kami mau ingin berjumpa. Kok tiba-tiba saya datang ke Komnas HAM sudah dikerumuni oleh media massa. Terus setelah itu kami naik ke lantai 3. Sesampai di lantai 3, saya dicoba untuk mau digiring.
Digiring seperti apa?
Digiring, jadi saya mau diarahkan bahwa sebetulnya di Paniai itu ada Pilpres, di distrik. Jadi semua yang ada di kampung itu diarahkan ke kantor distrik. Yang fokus saya bahwa yang saya bicara di MK. Kembali lagi bahwa di kampung saya itu tidak ada pemilihan presiden, pilpres. Tidak ada TPS. Aktivitas pemilu tidak ada. Jadi acuan saya ada di situ sesungguhnya.
Anda merasa dijebak saat datang ke Komnas HAM?Â
Saya rasa dan memang saya sangat kecewa, sesungguhnya saya kecewa. Yang awalnya memang saya anggap bahwa itu abang karena kakak saya datang mau ingin bersilaturahmi. Kok tiba-tiba saya digiring ke sana? (Saya) dijebak untuk harus mengakui bahwa saya berada di bawah tekanan, tidak berada di bawah tekanan, tidak diintimidasi.
Padahal Anda mendapatkan intimidasi?
Ya.
Intimidasi seperti apa?
Intimidasi dan tekanan itu, saya tidak berada di bawah tekanan dan intimidasi itu sebelum saya bersaksi di MK. Dan waktu saya bersaksi di MK itu tidak ada di bawah intimidasi dan tekanan dari mana pun dan dari siapa pun. Tetapi setelah saya bersaksi di MK, betul-betul saya berada di dalam tekanan dan intimidasi.
Teror apa saja yang Anda alami?Â
Jadi saya diteror, diintimidasi melalui telepon. Via telepon, melalui SMS. Di media sosial Facebook juga banyak teman-teman bicara ke saya. Tapi bagi saya itu tidak masalah.
Teror dari siapa?Â
Ya namanya Facebook, dunia maya. Jadi siapa saja pasti beranggapan buruk tentang saya. Tapi saya harap bahwa jangan menilai saya dari satu sisi. Yang pertama, satu hari setelah pengakuan saya di MK, rumah saya di Kampung Awa Butu dirusak oleh beberapa orang. Tetapi keluarga sudah lapor ke polsek terdekat dan situasi sudah aman. Sampai saat ini pun pihak keamanan masih berjaga-jaga di kampung Awa Butu. Yang kedua anak saya tidak sekolah, keluarga, dan adik saya diancam.
Ancaman seperti apa?
Ya mereka mengancam, bahwa kakakmu begini... begini... Segala macam.
Kondisi rumah di sana sekarang hancur?Â
Pagar rumah hancur. Tapi sampai saat ini keluarga mengambil sikap was-was. Karena ada isu beredar, mereka akan bakar rumah. Jadi mungkin saya secara pribadi dan kuasa hukum kami akan meminta pihak kemanan untuk lebih proaktif lagi untuk menjaga kemananan.
Perusak pagar rumah Anda sudah diketahui?
Belum. Sampai saat ini saya belum ketahui.
Pihak berwajib sudah mengusut?
Iya.
Setelah kesaksian, apa kegiatan Anda di Jakarta?
Sesungguhnya kami masih menunggu hasil keputusan di MK tanggal 21 (Agustus 2014) besok.
Â
Kegiatan Ana sehari-hari di Papua sebelum ke Jakarta apa?
Pertama ibu rumah tangga, kedua pengusaha.
Pengusaha apa?
Kontraktor dan leveransi. Jadi yang beredar di media bahwa saya pengusaha emas dan segala macam, itu tidak benar.
Bernarkah Anda pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di 2014?
Iya.
Setelah selesainya sidang di MK, Anda akan kembali ke Papua?
Iya pasti.
Apa harapan Anda di sidang MK ini?
Bagi saya, apapun hasilnya proses itu jadi penentuan. Negara kita ini negara demokratis dan diatur dalam peraturan dan perundang-undangan. Semua proses mekanisme dan tahapan itu harus ada. Kedua, penegakan supremasi hukum itu sangat penting. Jadi yang penting di sini menurut saya 2 hal tadi. Bahwa sudah cukup sampai di sini saja. Tapi anak cucu saya tidak boleh mengalami hal yang sama. Berikan pendidikan politik yang baik pada anak cucu kami. (Riz)