Liputan6.com, Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menjadi saksi dalam sidang terdakwa Anas Urbaningrum. Nazaruddin bersaksi untuk ‎kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, proyek-proyek lain, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam kesaksiannya, Nazaruddin mengaku sangat dekat Anas. Dia juga mengaku merintis awal karier politiknya bersama-sama dengan Anas, yakni ketika masuk Partai Demokrat.
"Saya dekat dengan Mas Anas. Kami satu partai, Partai Demokrat. Saya masuk Demokrat bareng Mas Anas," kata Nazaruddin di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (21/8/2014).
Sejak saat itu, Nazaruddin mengaku, bersama Anas mendirikan perusahaan. Tujuannya untuk mengumpulkan dana demi menyiapkan Anas menjadi presiden.
"Mas Anas sama saya, waktu itu buka perusahaan sama-sama untuk mengumpulkan dana-dana untuk Mas Anas jadi capres. Cuma untuk jadi capres harus jadi ketua umum dulu," kata Nazaruddin.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Anas disebut sengaja menghimpun dana untuk tujuannya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada dakwaan disebutkan, sekitar tahun 2005, Anas keluar dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan berkeinginan untuk tampil jadi pemimpin nasional, yaitu Presiden RI sehingga butuh kendaraan politik.
Untuk memenuhi keinginan tersebut, Anas bergabung dengan Partai Demokrat. Saat itu duduk sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Politik.
Pengaruh Anas semakin besar setelah terpilih menjadi anggota DPR periode 2009-2014 dan ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR. Disebutkan, Anas bisa mengatur proyek-proyek negara yang dibiayai APBN dan mulai mengumpulkan dana buat menjadi presiden.
Untuk menghimpun dana, Anas dan Nazaruddin bergabung dalam Grup Anugerah yang kantornya berlokasi di Jalan KH Abdullah Syafi'i, Tebet, Jakarta Selatan. Perusahaan itu kemudian berubah nama menjadi Permai Grup yang berkantor di Menara Permai, Jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Istri Anas, Athiyyah Laila juga disebut sengaja bergabung dengan PT Dutasari Citralaras, milik Machfud Suroso. ‎Di situ, Athiyyah disebut menjabat sebagai Komisaris.
Anas Urbaningrum didakwa Jaksa menerima hadiah atau gratifikasi berupa 1 unit Mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta dan 1 unit Mobil Toyota Vellfire B 6 AUD senilai Rp 735 juta. Anas juga didakwa menerima kegiatan survei pemenangan dalam bursa Ketua Umum Partai Demokrat 2010 dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) senilai Rp 478 juta, serta menerima uang sebanyak Rp 116,5 miliar dan sekitar US$ 5,2 juta.
Anas dalam dakwaan juga disebut mengeluarkan dana untuk pencalonan sebagai Ketum pada Kongres Partai Demokrat tahun 2010 di Bandung, Jawa Barat. Sebesar US$ 30,9 ribu untuk biaya posko tim relawan pemenangan Anas di Apartemen Senayan City Residence, dan sebesar US$ 5,17 ribu untuk biaya posko II di Ritz Carlton Jakarta Pacific Place.
Selain itu, Anas juga disebut mengeluarkan biaya-biaya untuk pertemuan dengan 513 DPC dan DPD pada Januari 2010, pertemuan dengan 430 DPC pada Februari 2010, dan biaya mengumpulkan 446 DPC pada Maret 2010.
Nazar: Saya Sangat Dekat dengan Anas
Nazar mengaku merintis awal karier politiknya bersama-sama dengan Anas, yakni ketika masuk Partai Demokrat.
Advertisement