Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan penerimaan hadiah terkait pembangunan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, dengan terdakwa Anas Urbaningrum.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) berencana kembali menghadirkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi tersebut.
"Selain Nazar, saksi yang akan dihadirkan ada Palupi, Eva, Bertha, Wijaya, Rahman, Indraja Manopol, Ketut Darmawan, Mahfud Suroso, Sofie Abdullah, dan Munadi Herlambang," ujar salah satu kuasa hukum Anas, Handika Honggo Wongso di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/8/2014).
Tak hanya itu, dalam sidang yang juga memperkarakan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) juga diagendakan menghadirkan 3 saksi ahli. Mereka adalah, mantan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, serta Edward Omar Sharif dan Siti Ismijati.
Meski dijadwalkan berlangsung sejak pukul 09.00 WIB, sidang yang diketuai Majelis Hakim Haswandi ini hingga pukul 11.00 WIB belum juga berlangsung. Sementara Anas Urbaningrum yang sudah didampingi kuasa hukumnya saat ini masih berada di ruang tunggu terdakwa.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor pada 22 Agustus 2014, Nazaruddin mengaku sangat dekat Anas. Dia juga mengaku merintis awal karier politiknya bersama-sama dengan Anas, yakni ketika masuk Partai Demokrat.
"Saya dekat dengan Mas Anas. Kami satu partai, Partai Demokrat. Saya masuk Demokrat bareng Mas Anas," kata Nazaruddin.
Sejak saat itu, Nazaruddin mengaku bersama Anas mendirikan perusahaan. Tujuannya untuk mengumpulkan dana demi menyiapkan Anas menjadi presiden. "Mas Anas sama saya, waktu itu buka perusahaan sama-sama untuk mengumpulkan dana-dana untuk Mas Anas jadi capres. Cuma untuk jadi capres harus jadi ketua umum dulu," kata Nazaruddin.
Dalam dakwaan Jaksa, Anas Urbaningrum disebut menerima hadiah berupa 1 unit mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta dan 1 unit Mobil Toyota Vellfire B 6 AUD senilai Rp 735 juta. Anas juga didakwa menerima kegiatan survei pemenangan dalam bursa Ketua Umum Partai Demokrat 2010 dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) senilai Rp 478 juta, serta menerima uang sebanyak Rp 116,5 miliar dan sekitar US$ 5,2 juta.
Anas dalam dakwaan juga disebut mengeluarkan dana untuk pencalonan sebagai Ketum pada Kongres Partai Demokrat tahun 2010 di Bandung, Jawa Barat. Sebesar US$ 30,9 ribu untuk biaya posko tim relawan pemenangan Anas di Apartemen Senayan City Residence, dan sebesar US$ 5,17 ribu untuk biaya posko II di Ritz Carlton Jakarta Pacific Place.
Selain itu, Anas juga disebut mengeluarkan biaya-biaya untuk pertemuan dengan 513 DPC dan DPD pada Januari 2010, pertemuan dengan 430 DPC pada Februari 2010, dan biaya mengumpulkan 446 DPC pada Maret 2010. (Sss)