Sukses

Kesaksian Ahli Hukum UGM: Anas Terima Harrier Bisa Dipidana

Saksi ahli tersebut adalah Prof Edward Omar Sharif.

Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Edward Omar Sharif menyebut pemberian fasilitas mobil yang diterima seorang penyelenggara negara dapat dipidanakan. Terlebih bila bertujuan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki.

Guru Besar UGM yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang lanjutan perkara dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum ini bahkan menyebut, orang yang memanfaatkan fasilitas tersebut juga dapat dipidanakan.

"Termasuk di dalamnya karena memang dalam perkembangan hukum pidana, menerima fasilitas tentunya bersifat nilai ekonomis, termasuk menerima hadiah," ujar Edward di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (28/8/2014).

Anggota DPR terpilih selaku penyelenggara negara, lanjut Edward, sekalipun belum dilantik namun terbukti menerima gratifikasi maka dapat juga dijerat dengan delik pidana. Sebab, kualitas anggota Dewan yang belum dilantik tersebut sama dengan anggota DPR.

Mengenai hal ini, Edward mengibaratkan dengan fasilitas Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang diberikan negara kepada Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Meski belum dilantik, keduanya sudah mendapatkan fasilitas tersebut.

"Ketika seseorang sudah dinyatakan terpilih meskipun belum dilantik lalu dia dilantik, maka dia masuk dalam rumusan Pasal 12 a, b, dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," urai Edward.

Sementara, mengenai keberadaan perantara pada penerimaan gratifikasi, Edward menjelaskan, meski gratifikasi yang diberikan itu masih berada di tangan perantara, tetap saja pidana bisa dikenakan pada si penyelenggara tadi.

"Just a matter of time (hanya masalah waktu), tetap bisa dijatuhi pidana, cuma masalah kapan sampai ke tangan saya," terang Edward.

Pada perkara ini, Jaksa KPK mendakwa Anas dengan pemberian hadiah atau janji berupa Toyota Harrier, Toyota Vellfire, pembayaran kegiatan survei sekitar Rp 4,78 miliar, uang sekitar Rp 116 miliar, dan uang sekitar US$ 5,2 juta. Hadiah atau janji tersebut diduga diterima Anas selaku penyelenggara negara, yakni anggota DPR untuk pemenangannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Menurut surat dakwaan, uang untuk Anas itu tidak diterima secara langsung, melainkan melalui sejumlah orang untuk membiayai pemenangan Anas. Salah satunya uang Rp 2 miliar dari PT Adhi Karya yang menurut dakwaan diterima Anas melalui Munadi Herlambang yang digunakan untuk membayar hotel tempat menginap para pendukung Anas saat Kongres Partai Demokrat di Bandung. (Mut)

Baca juga:

Mengidap Stroke, Mertua Tetap Hadiri Sidang Anas
Jaksa KPK Hadirkan Mertua Anas di Sidang Kasus Hambalang
Pengamat: Akan Ada Sejarah Baru, Anas Bebas Tidak Mustahil