Sukses

Hakim Nilai Kasus Pengadaan ATM Bank DKI Janggal

Indikasi kejanggalan tampak dari keterangan saksi yang dihadirkan JPU, Adamas Nizaruddin yang juga Ketua Auditor Internal Bank DKI.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mempertanyakan hasil audit internal Bank DKI karena dianggap sarat kejanggalan. Hal itulah yang mengantarkan Henry J Maraton, Direktur Utama PT Karimata Solusindo (KSP) sebagai terdakwa pada kasus dugaan korupsi pengadaan dan perluasan 100 unit mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank DKI.

Menurut anggota majelis hakim, Ugo, indikasi kejanggalan tersebut tampak dari keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum, Adamas Nizaruddin yang juga merupakan Ketua Auditor Internal Bank DKI.

Ugo mempersoalkan hal itu karena Adamas tiba-tiba menyatakan bahwa berdasarkan hasil audit internal pihaknya, terdapat mesin ATM bekas di Bank DKI milik PT KSP, padahal perusahaan tersebut bukan pemenang lelang, bahkan belum ada lelang.

"Ini kenapa? Karena cocok dengan dakwaan, Saudara terangkan dulu, jangan jadi bias. Ternyata ini ada lebel Bank DKI, maksudnya keterangan itu masuk di audit, kalau tidak ada jangan Anda terangkan," ujar hakim Ugo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/8/2014).

Mendengar pernyataan hakim tadi, Adamas tidak bisa menyangkal. Karena setelah 4 bulan pengadaan ATM bekas tersebut PT KSP harus menggantinya dengan mesin ATM baru. "Kalau seingat saya, diganti dengan mesin baru, penggantian setelah 4 bulan." kata dia.

Ugo menegaskan, seharusnya, auditor internal tidak mempermasalahkan ATM itu. Terlebih belum ada kontrak antara PT KSP dan Bank DKI, bahwa KSP sebagai pemenang lelang pengadaan dan perluasan ATM di Bank DKI mesin ATM bekas.

"Itu kan boleh-boleh saja, karena dalam kontrak bukan barang baru dari awal, jika barang baru terus dikasih yang lama, maka itu masalah," tandas Ugo.

Selain soal laporan tentang ATM bekas, majelis juga menyoal hasil temuan audit internal yang dipimpin Adamas soal pelaksanaan lelang pengadaan dan perluasan 100 mesin ATM tersebut.

Pada kesempatan itu, Adamas juga membuat majelis dan kuasa hukum terdakwa kesal karena kerap berbelit-belit dan tidak menjawab yang ditanyakan. Terlebih saat saksi menjawab lupa soal hasil kesimpulan audit Bank Indonesia (BI) yang dipersoalkan Rosi Radja, kuasa hukum terdakwa Henry.

"Masa lupa, Bapak kan auditor, buka dokumen kalau ada dokumen," ucap Rosi kepada Adamas.

Rosi juga menilai audit itu terkesan aneh, karena berdasarkan perintah direksi, tim harusnya melakukan audit efektivitas dan efisiensi keberadaan ATM Bank DKI, bukan soal masalah pengadaan.

"Hasil audit itu tidak efektif dan efisien, tapi di sini bahas pengadaan, jadi ini kontradiksi. Bapak disuruhnya A tapi lakukan B," pungkas Rosi. (Ans)