Sukses

Divonis 4 Tahun Bui, Ratu Atut Mengaku Korban Kepentingan

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis pidana penjara 4 tahun kepada Ratu Atut.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim telah menjatuhkan vonis pidana dan denda kepada Ratu Atut. Gubernur Banten non-aktif tersebut harus tetap berada di bui.

Menanggapi hal ini, wanita yang bernama lengkap Ratu Atut Chosiyah ini merasa vonis tersebut tidak adil‎. "Tidak adil. Doakan semuanya ya keadilan terjadi kepada saya," kata Atut usai sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (1/9/2014).

Atut mengaku, dirinya hanyalah korban kepentingan dari pihak lain. Dalam hal ini pengacara Susi Tur Andayani dan mantan calon Bupati Lebak, Amir Hamzah. "Saya korban kepentingan Susi dan Amir Hamzah," ujar Atut.

Atut juga mengaku, kedua orang itu selalu menjual namanya terkait pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak 2013 di Mahkamah Konstitusi (MK). Tak cuma itu, nama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan juga kerap dibawa-bawa oleh kedua orang itu.

"Apabila komunikasi dengan Akil, Susi dan Amir juga selalu menjual nama saya dan adik saya (Wawan)," ujarnya.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis pidana penjara 4 tahun kepada Ratu Atut Chosiyah. Tak cuma itu, Majelis juga menjatuhkan denda Rp 200 juta subsider pidana kurungan 5 bulan.

Atut dinyatakan terbukti bersalah secara bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan melakukan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar. Uang itu diberikan terkait pengurusan sengketa ‎Pilkada Kabupaten Lebak 2013.

Atut dinilai terbukti melanggar dakwaan primer, yakni melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa yang menuntut Ratu Atut dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta‎ subsider 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Ketua DPP Partai Golkar Bidang Pemberdayaan Perempuan tersebut dengan pidana tambahan, yakni berupa pencabutan hak-hak politiknya untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.‎