Liputan6.com, Jakarta - ‎Majelis hakim menggugurkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntut agar menjatuhkan pidana tambahan kepada Gubernur nonaktif Banten Ratu Atut Chosiyah, yakni hak politik memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Hal itu disampaikan Majelis Hakim dalam sidang vonis Atut di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
"Menimbang dalam perkara terdakwa tidak didakwa dengan Pasal 18 Undang-Undang Tipikor. Oleh karenanya, terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana tambahan, sebagaimana yang dimaksud Pasal 18," kata hakim anggota Sutio Jumagi dalam pembacaan vonis kepada Atut di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Senin (1/9/2014).
Majelis tidak sependapat dengan hal tersebut, karena Atut sudah dinyatakan terbukti bersalah melakukan suap dan dijatuhi pidana penjara. Belum lagi, Atut juga tengah menjalani kasus lain, yakni kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehataan (alkes)‎ Pemerintah Provinsi Banten anggaran 2012-2013.
"Sehingga dengan sendirinya akan terseleksi secara alamiah di masyarakat. Masyarakat Banten sudah cerdas dalam menilai seseorang untuk memilih dan dipilih jabatan politik. Akan tereleminir sendiri, sekalipun hak-hak‎ (politik) tidak dicabut," ujar Sutio.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor menjatuhkan vonis pidana penjara 4 tahun kepada Gubernur nonaktif Banten Ratu Atut Chosiyah. Tak cuma itu, Majelis juga menjatuhkan denda Rp 200 juta subsider pidana kurungan 5 bulan.
Atut dinyatakan terbukti bersalah secara bersama-sama dengan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan melakukan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar. Uang itu diberikan terkait pengurusan sengketa ‎Pilkada Kabupaten Lebak 2013.
Atut dinilai terbukti melanggar dakwaan primer, yakni melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa yang menuntut Atut dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta‎ subsider 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Ketua DPP Partai Golkar Bidang Pemberdayaan Perempuan tersebut dengan pidana tambahan, berupa pencabutan hak-hak politiknya untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
Baca juga:
Ratu Atut: Vonis 4 Tahun Tidak Adil
Divonis 4 Tahun Bui, Ratu Atut Mengaku Korban Kepentingan
Divonis 4 Tahun Penjara, Ratu Atut Tertunduk Lesu
(Sss)
Advertisement