Liputan6.com, Jakarta - Kebakaran hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) diperkirakan mencapai lebih dari 50 hektar. Kebakaran ini berada di 2 titik yakni di Kembang Kuning dan Cemara Rompes, Kabupaten Lombok Timur. Tepatnya di Gunung Kondo.
"Ya, kalau dilihat apinya secara pemetaan, sekitar lebih dari 50 hektar. Tapi persisnya saya belum tahu, soalnya tim masih di lokasi kebakaran," ujar Koordinator Polhut dan Pengaman Hutan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Irson Widiyantoro kepada Liputan6.com, Sabtu (6/9/2014) dini hari.
"Tapi informasinya sih api sudah berhasil dipadamkan," sambung dia.
Kebakaran ini, kata Andi, diduga akibat faktor alam, yakni kekeringan musim kemarau. "Jadi ini faktor alam, akibat kekeringan musim kemarau. Karena panas di wilayah tersebut ekstrem, sehingga rumputnya kering dan mudah terbakar," sambung dia.
Irson menjelaskan, tim pemadam terdiri dari Resort Aikberik dan Resort Kembang Kuning dibantu Masyarakat Pecinta Api (MPA), yang berjumlah sekitar 20 orang. Tim memadamkan api menggunakan peralatan sederhana.
Kendati, kata Irson, petugas pemadam sudah memiliki teknik khusus untuk memadamkan api. Yakni membuat gilaran atau membuat isolasi api dengan cara membuat lubang sekitar 1 meter di sekitar api. Sehigga api tidak menjalar atau meloncat.
"Tekniknya, api itu yang sedang menyala di balik tanahnya atau nyangkul kemudian tanahnya dilempar ke api. Alatnya menggunakan gareng, kepyok atau tongkat yang di pucuknya seperti sapu tapi dari kawat. Tapi mereka sudah ahli, jadi cepet," jelas dia.
Proses pemadaman pun, lanjut Irson, ada beberapa tahap, yakni saat kebakaran dan pasca-kebakaran. Sebelum proses pemadaman pun petugas harus mengidentifikasi untuk mengetahui karakter api, agar lebih mudah memadamkan air.
"Tim pertama biasanya identifikasi api. Kemudian tim selanjutnya menangani dan seterusnya hingga setelah kebakaran, untuk mematikan sisa-sisa kebakaran," sambung dia.
Siklus Alam
Di balik kebakaran kawasan hutan di Rinjani, ternyata menjadi siklus alam yang kerap terjadi. Biasanya, setelah kebakaran hutan musim hujan turun dan rumput pun bersemi. Rumput yang baru tumbuh ini menjadi makanan favorit Cervus Timorensis Russa atau Rusa Timor.
"Rusa ini seneng banget makan rumput yang muda kalau abis musim hujan. Jadi ini sudah menjadi siklus alam, tapi biasanya kebakaran 1,5 hektar sampai 5 hektar," ujar Irson.
Kendati, menurut Irson, pada tahun lalu tidak ada kebakaran di kawasan Hutan Lindung Gunung Rinjani. Cuaca ekstrem tahun ini memang membuat kebakaran hutan. "Agustus sampai Oktober itu memang sedang panas-panasnya di sini."
Irson mengaku, selain upaya penanggulangan, pihaknya juga telah melakukan upaya preventif atau pencegahan kebakaran. Misalnya dengan mengimbau kepada para wisatawan atau pendaki agar tidak membuang puntung rokok sembarangan,
"Kita sosoialisasikan jangan buang puntung rokok sembarangan atau di tempat rawan kebakaran dan sudah ada rambu-rambunya di setiap jalur pendakian. Misalnya di alang-alang jangan buang puntung rokok," ujarnya mencontohkan.
"Tetapi kan yang namanya manusia kadang ada saja. Nah, kalau prefentif tidak bisa kita represif," sambung dia.
Beruntung, lanjut Irson, kebakaran hutan kali ini tidak berada di kawasan pendakian. Sehingga tidak mengganggu wisatawan yang hendak menikmati keindahan Rinjani. "Ini kan kebakaran di Gunung Kondo, jauh sebelah tebing segara anak, bukan jalur pendakian."
Irson menambahkan, luas kawasan Gunung Rinjani setinggi 3.726 dpl ini berjumlah 120.000 hektar, yang di dalamnya terdapat 41.330 hektar taman hutan lindung. (Riz)
Kebakaran di Kawasan Hutan Rinjani Mencapai 50 Hektar
Di balik kebakaran kawasan hutan di Rinjani, ternyata menjadi siklus alam yang kerap terjadi.
Advertisement