Liputan6.com, Jakarta - Kekhawatiran Anas Urbaningrum terhadap alat bukti forensik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak jelas mengingatkan publik pada peristiwa yang dialami mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, beberapa tahun silam.
Â
Saat itu dalam persidangan, JPU mengajukan alat bukti forensik berbentuk SMS yang tidak pernah jelas hingga akhir persidangan. Antasari kemudian dihukum karena bukti-bukti yang dianggap meragukan.
Â
Dalam kasus Anas, JPU mengajukan alat bukti forensik elektronik berupa pesan BlackBerry Messanger dengan nama pengguna Wisanggeni yang disajikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis 5 September lalu.
Â
Pakar hukum dari Universitas Al Azhar Suparji Ahmad mengatakan, kekhawatiran Anas bisa seperti Antasari sangat beralasan.‎ Karena bukti forensik yang diajukan JPU tidak secara gegabah dijadikan sebagai alat bukti untuk menjerat atau memperberat ancaman hukuman.
"Bila perlu, dilakukan forensik ulang yang memenuhi standar forensik," ujar Suparji di Jakarta, Minggu (8/9/2014).
Suparji juga mengatakan, forensik sebagai alat bukti harus diuji kebenaran dan orisinalitasnya. Untuk itu, harus diperiksa proses dan hasilnya apakah memenuhi prosedur sebagaimana mestinya atau ada indikasi rekayasa.
Â
"Jaksa seharusnya tidak mencari alat bukti, tetapi menemukannya. Mengingat publik juga semakin cerdas dalam menilai proses hukum yang mengadili atau sekadar menghukum," ucap dia.
‎Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebelumnya mengatakan, pesan BBM dengan nama pengguna Wisanggeni ‎itu memuat content pembicaraan Anas yang berusaha menutup-nutupi perbuatan pidana, mempengaruhi saksi, dan lain sebagainya.
Atas hal itu, menurut BW, KPK sedangberi mempertimbangkan untuk menuntut hukuman maksimal kepada Anas Urbaningrum.
Kasus Anas Dinilai Perlu Forensik Ulang Alat Bukti
forensik sebagai alat bukti harus diuji kebenaran dan orisinalitasnya.
Advertisement