Liputan6.com, Pati: Meski awalnya dianggap sebagai pekerjaan sambilan, kegiatan menghias tempurung kelapa ternyata mampu mengangkat kehidupan ekonomi warga Dukuh Seti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Tangan-tangan terampil ibu rumah tangga di sana mampu menghasilkan aneka macam kerajinan dan berbagai perlengkapan rumah tangga yang kini telah diekspor ke mancanegara.
Kegiatan puluhan ibu rumah tangga yang tergabung dalam Kelompok Usaha Teratai Karya Indah itu menjadi suasana yang sehari-hari dapat disimak di kawasan tersebut. Setiap hari, mereka mampu menghasilkan aneka macam perlengkapan rumah tangga dan berbagai rupa kerajinan tangan dari tempurung kelapa. Misalnya saja berupa jenis peralatan dapur seperti sendok sayur, sendok nasi, keranjang buah, hingga lampu hias dan cinderamata. Pola kerja mereka pun diatur berdasarkan sistem borongan. Setiap bulannya, seorang pengrajin bisa menerima upah kerja sedikitnya sebesar Rp 250 ribu.
Uniknya, walau setiap hari bergelut dengan pekerjaan itu, anggota Teratai Karya Indah ini mengaku tak tahu persis nama dan fungsi barang yang diproduksinya. Sebab, selama ini tidak pernah ada komunikasi antara pengrajin dengan eksportir dan konsumen.
Lazimnya usaha pengrajin, ibu-ibu Dukuh Seti ini juga mengalami berbagai masalah. Misalnya mulai dari ketersediaan bahan baku, pembinaan desain dan pelatihan manajemen pemasaran. Di samping itu, mereka masih dituntut untuk memenuhi standar kontrak.
Meski demikian, sekarang kerajinan tangan hasil karya para ibu rumah tangga ini sudah memiliki pasar tetap di luar negeri. Di antaranya meliputi negara Amerika Serikat, Kanada, Eropa dan Asia.(BMI/Solikun dan Yudi Sutomo)
Kegiatan puluhan ibu rumah tangga yang tergabung dalam Kelompok Usaha Teratai Karya Indah itu menjadi suasana yang sehari-hari dapat disimak di kawasan tersebut. Setiap hari, mereka mampu menghasilkan aneka macam perlengkapan rumah tangga dan berbagai rupa kerajinan tangan dari tempurung kelapa. Misalnya saja berupa jenis peralatan dapur seperti sendok sayur, sendok nasi, keranjang buah, hingga lampu hias dan cinderamata. Pola kerja mereka pun diatur berdasarkan sistem borongan. Setiap bulannya, seorang pengrajin bisa menerima upah kerja sedikitnya sebesar Rp 250 ribu.
Uniknya, walau setiap hari bergelut dengan pekerjaan itu, anggota Teratai Karya Indah ini mengaku tak tahu persis nama dan fungsi barang yang diproduksinya. Sebab, selama ini tidak pernah ada komunikasi antara pengrajin dengan eksportir dan konsumen.
Lazimnya usaha pengrajin, ibu-ibu Dukuh Seti ini juga mengalami berbagai masalah. Misalnya mulai dari ketersediaan bahan baku, pembinaan desain dan pelatihan manajemen pemasaran. Di samping itu, mereka masih dituntut untuk memenuhi standar kontrak.
Meski demikian, sekarang kerajinan tangan hasil karya para ibu rumah tangga ini sudah memiliki pasar tetap di luar negeri. Di antaranya meliputi negara Amerika Serikat, Kanada, Eropa dan Asia.(BMI/Solikun dan Yudi Sutomo)