Sukses

ICW: Mendagri Jangan Lupa Sejarah Pilkada Langsung

Menurut ICW, Mendagri Gamawan Fauzi seharusnya dapat memperjuangkan penolakan RUU Pilkada itu.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengkritik peran Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi jika nantinya Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada disahkan DPR.

Menurut Fariz, seharusnya Gamawan dapat memperjuangkan penolakan undang-undang itu. Sebab dia pernah menjadi Gubernur Sumatera Barat yang terpilih lewat Pilkada langsung.

"Kritik juga perlu disampaikan ke Pak Gamawan Fauzi yang lupa sejarah. Saat dia mencalonkan menjadi Gubernur di Sumatera Barat, dia diusung partai minoritas. Gamawan tidak akan menjadi Gubernur kalau pemilihan ada di tangan DPRD. Dia lupa sejarah," kata Fariz dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (9/9/2014).

Fariz mempertanyakan alasan pembentukan RUU Pilkada karena dinilai membutuhkan biaya besar dalam Pilkada langsung. Dia berpendapat besarnya biaya Pilkada itu lebih banyak tertelan oleh prosesnya itu sendiri. Seperti pembiayaan logistik dan biaya jaringan tim sukses.

"Apa benar cost politik itu besar dengan Pilkada. Atau besar karena dipakai partai itu sendiri untuk mempromosikan calonnya. Logika ini yang sengaja dibangun oleh parpol, seolah-olah masyarakat yang menyebabkan cost membengkak," ucap Fariz.

RUU Pilkada saat ini masih digodok oleh anggota DPR. RUU tersebut dijadwalkan akan disahkan pada September 2014. Ada tiga opsi dalam RUU Pilkada tersebut.

Pertama, pasangan gubernur, walikota, dan bupati dipilih langsung seperti sekarang. Kedua pasangan gubernur, walikota, dan bupati dipilih DPRD. Dan ketiga, gubernur dipilih langsung tetapi bupati dan walikota dipilih DPRD.

Parpol di Koalisi Merah Putih yang terdiri Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung opsi kedua. Yaitu kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Sedangkan yang memilih opsi pertama, yaitu kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat disokong oleh fraksi PDIP dan Hanura. PKB menginginkan adanya pemilihan langsung hanya untuk gubernur. Sementara untuk walikota dan bupati dipilih oleh DPRD.