Sukses

Mendagri Gamawan: Pemerintah Tak Bisa Cabut RUU Pilkada

Bila RUU Pilkada dibatalkan, maka pelaksanaan semua Pilkada 2015 tidak memiliki dasar hukum.

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) kini menuai kontroversi. Salah satu pasal dalam RUU itu akan mengubah pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi tidak langsung atau dipilih oleh DPRD, bukan rakyat.

Namun, Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan, pemerintah sebagai pengusul RUU Pilkada itu tidak bisa menghentikan pembahasan ataupun mencabutnya. Sebab, RUU Pilkada sudah lama dibahas DPR RI.

"Kok pemerintah yang mencabut, enggak bisa. Ini sudah (pembahasan) di DPR, Pemerintah tidak mengusulkan lagi dan sudah berkembang di DPR," kata Gamawan Fauzi seperti dilansir setkab.go.id, Jumat (12/9/2014).

Bila RUU Pilkada dibatalkan, jelas dia, maka pelaksanaan semua Pilkada 2015 tidak memiliki dasar hukum. Hal itu disebabkan RUU Pilkada itu satu dari tiga turunan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah.

Terkait polemik pembahasan yang masih berlangsung, kata Gamawan, saat ini pembahasan RUU Pilkada di DPR menghasilkan dua opsi yakni pemilihan tingkat provinsi kota/kabupaten dilakukan secara langsung, dan pemilihan tingkat provinsi kabupaten/kota dilakukan oleh DPRD.

Opsi awal pemerintah dalam pembasan RUU Pilkada, ungkap dia, yaitu menawarkan pemilihan kepala daerah provinsi dilakukan secara langsung, tetapi pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten/kota melalui DPRD. Hal tersebut karena berdasarkan data Kemendagri, pelanggaran dan konflik Pilkada banyak ditemukan di tingkat kabupaten/kota.

"Pemerintah menyampaikan konsep awal, tetapi setelah sampai di DPR muncul berbagai macam pembahasan," ungkap Gamawan.

Dia menambahkan, untuk daerah tertentu seperti DKI Jakarta dan Papua akan dibuat otonomi khusus. DKI Jakarta pemilihan langsung hanya untuk Gubernur tetapi kepala daerah tingkat kota/kabupaten melalui DPRD.

Sedangkan di Papua diminta khusus oleh masyarakat agar pemilihan kepala daerah tingkat provinsi kota/kabupaten dilakukan oleh DPRD dan masuk dalam revisi UU Papua.

Terkait dengan adanya keinginan para bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) mendesak pemerintah untuk mencabut usulan RUU Pilkada yang masih dibahas DPR, ia menegaskan, hal itu akan jadi masukan dalam pembahasan. Namun kalau Apkasi dan Apeksi mau melakukan judical review ke MK, Gamawan mempersilakannya.

"Silahkan saja, itu prosedur resmi," tukas Gamawan.

 

2 dari 2 halaman

SBY Mendengar

SBY Mendengar

Secara terpisah Jurubicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden Susilo Yudhoyono (SBY) terus mencermati pembahasan dan polemik terkait dengan sejumlah hal yang berhubungan dengan RUU Pilkada itu. Ia menegaskan, pada prinsipnya Presiden SBY tentu akan menyetujui hasil pembicaraan antara DPR dan pemerintah.

Julian menjelaskan, setiap pembahasan RUU pasti memiliki kementerian yang menjadi ujung tombak, dan dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.Ia meyakinkan, Kementerian Dalam Negeri juga telah menguji dan meneliti berbagai hal terkandung dalam RUU Pilkada.

"Bapak Presiden akan mendengar kehendak mayoritas rakyat serta bakal mendengar dasar pemikiran rasional dari sejumlah hal terkait RUU itu," kata Julian.

Sebanyak 6 Fraksi di Komisi II DPR RI telah setuju pada sikap pemilihan kepala daerah, bupati/walikota dan gubernur dilakukan melalui  DPRD. Kelima fraksi itu adalah Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi Partai Golkar (FPG), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP).

Sedangkan 3 fraksi yang mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat adalah Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), dan Fraksi Partai Hanura. DPR RI berencana mengambil keputusan RUU Pilkada pada akhir September ini, dan mengisyaratkan akan melakukan voting jika tidak ditemukan kesepakatan dalam musyawarah antarfraksi.