Liputan6.com, Yogyakarta - Tanda-tanda keaktifan Gunung Slamet membuat heboh. Namun lemparan lava pijar, suara dentuman, serta sinar api yang keluar dari gunung setinggi 3.428 meter itu dianggap tak heboh oleh Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono.
Pria yang karib disapa Mbah Rono itu mengatakan, erupsi Gunung Slamet mulai menurun. Dia menyatakan, letusan gunung yang terdapat di Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, dan Brebes, Jawa Tengah itu diprediksi tak akan sedahsyat Gunung Merapi.
Surono mengatakan, erupsi Gunung Slamet masih tergolong dalam skala II Gunung Berapi atau Volcanic Eruption Index (VEI) II. Slamet hingga saat ini letusannya masih bisa diprediksi.
"Mohon maaf ya tidak heboh. Saya harus katakan gitu. Mungkin jawaban saya tidak menyenangkan bagi media, tidak heboh. Sejak 1772 ukuran letusannya Volcanic Eruption Index (VEI) II. Artinya, secara total dalam satu periode letusan maksimum 2 juta meter kubik," ujar Surono di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (13/9/2014).
Surono membandingkan dengan letusan Merapi yang skala letusannya mencapai VEI 4. Artinya, letusan Slamet belum ada seperseratus dari letusan Merapi. Gunung Merapi yang tahun 2010 lalu meletus besar, masuk dalam kategori Volcanic Eruption Index IV. sedangkan Slamet belum pernah melewati Volcanic Eruption Index II.
"Kalau dibanding Merapi. Sebagai perbandingan Merapi itu VEI-nya 4. Jadi VEI dua ke tiga, 10 kali lipat. Dua ke empat itu 100 kali lipat. Slamet itu belum pernah melewati VEI 2 belum pernah melewati VEI Merapi atau 4," ujar Surono.
Surono menyebut, jika pemberitaan yang lebih menekankan pada kondisi di luar Gunung Slamet berbanding terbalik dengan kenyataan dari proses di dalam tubuh Gunung Slamet.
"Sekarang kan banyak diekspos dentumannya terdengar sampai sekian kilometer. Material pijarnya jeliatan mulat-mulat (mendidih). Jadi saya tidak akan memberikan informasi yang hebohlah ya karena sejak 1772 ya Slamet ya gitu-gitu saja," tandas Surono.