Liputan6.com, Jakarta - Tak cuma kasus dugaan korupsi dengan pemerasan di Kementerian ESDM, hari ini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sibuk mengusut kasus dugaan korupsi haji di Kementerian Agama dengan tersangka mantan Menag Suryadharma Ali atau SDA.
Saksi yang diperiksa untuk SDA adalah mantan Direktur Pembinaan Haji dan Umroh‎ Direktorat Jenderal Penyelengaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama, Ahmad Kartono. "Dia jadi saksi untuk SDA," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu (17/9/2014).
Sebelumnya, KPK menetapkan SDA sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013 di Kementerian Agama. Dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menelan anggaran sampai Rp 1 triliun itu, SDA selaku Menteri Agama diduga telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Modus penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan bekas Ketua Umum PPP itu, antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji milik masyarakat untuk membayari keluarga, koleganya, serta pejabat dan tokoh nasional untuk pergi naik haji. Diduga, selain keluarganya sendiri, di antara keluarga yang ikut diongkosi naik haji itu adalah para istri pejabat Kemenag.
Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengeluarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) terkait kasus ini. PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan yang memperlihatkan bahwa SDA mengajak sedikitnya 33 orang untuk berangkat naik haji pada 2012 lalu.
Selain soal naik haji gratis bagi keluarga, kolega, pejabat, dan tokoh nasional itu, KPK juga mencium adanya dugaan penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, transportasi jemaah haji. Kemudian ada juga soal dugaan penyelewengan kuota jemaah haji yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), termasuk soal dugaan kejanggalan dalam pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Komisi VIII DPR.
Atas perbuatan yang disangkakannya, SDA dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidana. (Yus)