Sukses

Sidang Kasus Bank DKI, Saksi Sebut TOR Dakwaan Jaksa Mentah

Dalam kesaksiannya, Hendarmin memperlihatkan TOR yang dijadikan acuan pihak Bank DKI.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Lelang Bank DKI, Hendarmin hadir menjadi salah satu saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sewa 100 mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank DKI dengan terdakwa Direktur Utama PT Karimata Solusi Terpadu (KSP) Henry J Marathon.

Dalam kesaksiannya, Hendarmin menyampaikan soal Term of Reference (ketentuan) atau TOR yang menjadi dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia menyebut bahwa TOR yang menjadi pegangan Jaksa dalam dakwaan masih mentah. Pria itu kemudian memperlihatkan TOR yang dijadikan acuan pihaknya.

"Bukan ini dokumen TOR. Yang punya JPU berbeda dengan TOR yang kami pegang dan jadikan acuan. Ini dokumen TOR kami panitia lelang," kata Hendarmin saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (18/9/2014).

Hendarmin mengaku, tak pernah melihat dokumen TOR yang dipegang Jaksa. Selain terjadi perbedaan dokumen antara panitia lelang dengan Jaksa, Hendarmin juga menegaskan, semua proses lelang telah sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Nomor 170 yang menyatakan bahwa setelah dilakukan lelang 2 kali dan mengalami kegagalan maka dilakukan penunjukan langsung.

"Baru kali ini pengadaan sewa dilakukan lelang, sebelumnya tidak pernah. Dan semua proses dijalani mulai dari unuizing (proses lelang) sebanyak 2 kali hingga ada penunjukan langsung," ujar Hendarmin.

Dalam proses lelang kedua, menurut Hendarmin, sebanyak 4 perusahaan melalukan pengunduran diri. Lantaran tidak mampu memenuhi ketatnya persyaratan yang diberlakukan penitia lelang.

Salah satu yang mengundurkan diri adalah PT ISO, karena mereka menyatakan tidak mempunyai cukup tenaga ahli. Sedangkan 3 peserta lainnya menyatakan mundur karena tidak sanggup untuk memenuhi pengadaan 100 ATM dengan waktu yang telah ditentukan oleh Bank DKI.

Lebih lanjut Hendarmin mengatakan, penunjukan PT KSP sebagai pelaksana pengadaan 100 mesin ATM telah sesuai keputusan direksi. Harga yang ditawarkan pun di bawah pagu harga yang telah ditentukan.

"Karena harga nego di bawah harga HPS, maka yang dipakai harga nego Yang Mulia," kata Hendarmin.

Mengenai pembayaran 3 bulan pertama Bank DKI ke vendor, Hendarmin juga menegaskan, bahwa untuk kesepakatan pembayaran uang muka 3 bulan pertama oleh para peserta lelang sudah disetujui sejak awal, yaitu penjelasan anwajizing pada 9 November 2009. Dengan demikian pembayaran uang muka 3 bulan pertama tersebut tidak menyalahi aturan karena sudah disepakati.

Keterangan Hendarmin tersebut juga dibenarkan oleh saksi Astuti dari PT Konusa yang menjadi salah satu peserta lelang. Menurut Astuti, proses lelang pengadaan 100 ATM sudah berjalan sangat ketat dengan adanya 2 kali unuizing lantaran proses lelang yang pertama gagal.

"Kita mengikuti 2 kali proses itu pak hakim. Meski pada proses yang kedua kami mengundurkan diri karena ketidakmampuan kami untuk memenuhi persyaratan Bank DKI," ujar Astuti.

Sementara itu kesaksian Sulastri dari PT Nusantara Bersatu juga menyatakan hal yang sama. Bahwa lelang berjalan dengan ketat, sehingga kecil kemungkinan terjadi manipulasi. (Mut)