Sukses

Pleidoi Anas Urbaningrum: Saya Korban Persepsi yang Sistematis

Anas menyatakan persepsi yang dibangun sejak 2005 itu sebagaimana dalam dakwaan Jaksa tidak bisa dibuktikan.

Liputan6.com, Jakarta - Anas Urbaningrum menyebut kalau dirinya adalah korban persepsi yang dibangun secara sistematis. Menurut Anas, persepsi sistematis itu merupakan suatu fakta sejak lama.

Demikian dikatakan Anas saat membacakan‎ nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, proyek-proyek lain, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Sejak tahun 2011, terdakwa adalah korban opini. Persepsi yang dibangun secara sistematis dalam waktu yang panjang.‎ Dilakukan secara bertalu-talu dan bergelombang bahwa benar terdakwa terima gratifikasi (mobil Toyota) Harier dari PT Adhi Karya," kata Anas di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (18/9/2014).

‎Menurut Anas, sangkaan penerimaan mobil Toyota Harier itu yang kemudian menjadi dasar pendakwaan terhadap dirinya. Yang kemudian oleh Jaksa dibawa ke segala arah pada persidangan.

"Ujungnya ada di dalam surat tuntutan sesuatu yang bukan gratifikasi dijadikan gratifikasi," ujar Anas.

Tak cuma itu, Anas juga menyinggung persepsi yang dibangun terhadap dirinya mengenai keinginan menjadi presiden. Persepsi yang dibangun sejak 2005 sebagaimana dalam dakwaan Jaksa tidak bisa dibuktikan. Sebab, tentang keinginan menjadi presiden itu diambil lalu dijadikan dasar oleh Jaksa hanya melalui keterangan Nazaruddin.

"Persepsi yang dibangun dalam dakwaan sejak tahun 2005 terdakwa sudah niat dan siapkan diri jadi presiden‎, sekali lagi tidak masuk akal juga tidak terbukti, selain dari keterangan Nazar dan partner kerjanya," kata Anas.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut terdakwa Anas Urbaningrum dengan pidana 15 tahun penjara dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek P3SON Hambalang, proyek-proyek lain, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa juga menuntut Anas membayar denda Rp 500 juta subsider pidana 5 bulan kurungan.

Di samping itu, Jaksa juga menuntut agar Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 94.180.050.000 dan US$ 5.261.070. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar selama 1 bulan sesudah incraht atau punya kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh negara dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dan apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Tak cuma itu, Jaksa juga menuntut agar Anas dihukum dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Kemudian Jaksa menuntut pula pidana tambahan lain berupa pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih 5 ribu sampai 10 ribu hektar yang berada di 2 kecamatan, yakni Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur‎, Kalimantan Timur. (Mut)