Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat yang tidak setuju dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP dan KUHAP mendesak DPR menarik pembahasan tersebut, karena menilai RUU KUHP dan KUHAP akan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebanyak 21 ribu petisi yang menolak RUU KUHP dan RUU KUHAP diserahkan ke pimpinan DPR oleh oleh perwakilan dari Change.org dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Petisi tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua DPR Pramono Anung yang sekaligus Ketua GOPAC (Global Organization of Parliamentarians Against Corruption).
Ketua Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, adanya petisi tersebut karena masyarakat khawatir dilemahkannya KPK. Menurut dia, RUU KUHP dan RUU KUHAP terindikasi mengurangi kewenangan KPK.
"Ada kesan juga dalam RUU tersebut korupsi tidak ditempatkan bukan sebagai kejahatan luar biasa, melainkan sebagai kejahatan biasa," kata Emerson di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2014).
Emerson mengungkapkan, dalam RUU KUHP dan KUHAP juga tidak terlihat adanya efek menjerakan koruptor. Selain itu dia juga menilai, dalam beberapa pasal menyebutkan adanya kemungkinan peringanan hukuman bagi narapidana di luar mekanisme grasi, remisi dan lainnya.
"Di RUU KUHP dan KUHAP, KPK akan kehilangan kewenangannya untuk menyidik dan menuntut bersamaan dengan diberlakukan KUHP dan KUHAP baru," ungkap Emerson.
Di tempat yang sama, Pramono pun mendukung dengan langkah ICW tersebut untuk mendukung KPK tetap berada dalam kewenangannya. Sebagai pimpinan DPR, ia berujar, concern (peduli) mendukung gerakan anti-korupsi dan akan mendukung kewenangan KPK untuk diperkuat.
"Saya sebagai pimpinan DPR concern gerakan anti-korupsi. Saya pun akan membawa dukungan kepada KPK di sidang paripurna," tandas Pramono.
Ribuan Petisi Tolak RUU KUHP-KUHAP Diserahkan ke DPR
RUU KUHP dan KUHAP dinilai akan melemahkan KPK.
Advertisement