Liputan6.com, Jakarta - Di akun Facebook, Muhammad Erfas Maulana memposting hasil tugas matematika adiknya, Habibi yang mendapat ponten merah dari sang guru. Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Diponegoro itu mempertanyakan kesalahan jawaban tugas matematika adiknya yang bersekolah SD di Semarang.
Dalam tugas tersebut, Erfas mengajarkan adiknya cara perkalian yang menurutnya lebih mudah dipahami anak kelas 2 SD. Yaitu 4+4+4+4+4+4 = 4 x 6 = 24, dengan alasan empatnya ada enam kali. Saat itu dia tidak berpikir posisi angka 4 dan 6, karena hasilnya sama saja, dan soalnya "=....x....="."
Untuk itu, ia yakin jawaban yang ditulis dalam tugas tersebut adalah benar semua. Namun betapa kagetnya dia saat tahu jawaban itu salah. Sang guru menulis 6X4=24. Untuk itu, dia yakin kesalahan ini bukan dari murid tapi dari pihak guru.
Akhirnya dia pun mem-posting gambar hasil nilai tugas adiknya tersebut ke akun Facebook. Dalam postingan itu terlihat nilai dan coretan tanda salah dari guru. Dia pun sempat menulis sesuatu di bawah mempertanyakan nilai tersebut.
"Bu Guru yang terhormat, mohon maaf sebelumnya, saya kakak dari Habibi yang mengajarinya mengerjakan PR di atas. Bu, bukankah jawaban Habibi benar semua? Apakah hanya karena letaknya yang terbalik sehingga jawaban Habibi Anda salahkan? Menurut saya masalah peletakan bukan menjadi masalah bu, misal 4X6=6X4. Hasilnya sama-sama 24. Terimakasih Bu, mohon perhatiannya. Semoga dapat dijadikan pertimbangan," tulis Irfan dalam kertas tugas matematika adiknya yang diposting di wall facebooknya.
Picu Perdebatan
Sontak, postingan itu menjadi heboh. Perdebatan pun muncul. Ada yang setuju dengan Erfas dan juga ada yang berpihak pada ponten sang guru. Tak hanya itu, para pakar pun angkat bicara.
Astronom sekaligus Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menilai jawaban model matematis dari soal 4+4+4+4+4+4 itu adalah 6x4.
Dia mengatakan, meskipun 4x6 dan 6x4 hasilnya sama-sama 24, namun logikanya berbeda.
"Misalnya, Ahmad dan Ali harus memindahkan bata yang jumlahnya sama, 24. Karena Ahmad lebih kuat, ia membawa 6 bata sebanyak 4 kali, secara matematis ditulis 4x6," jelas Thomas dalam akun Facebooknya, Selasa 23 September 2014.
"Tetapi Ali yang badannya lebih kecil, hanya mampu membawa 4 bata sebanyak 6 kali, model matematisnya 6x4. Jadi, 4+4+4+4+4+4 = 6x4. Berbeda konsepnya dengan 6+6+6+6 = 4x6, walau hasilnya sama 24," imbuh dia.
Thomas menilai, belajar logika matematika seperti ini sebenarnya hal yang mengasyikkan. Namun kini, banyak orang yang sekadar ingin mencari cara cepat penyelesaian soal matematikan tanpa mengerti logikanya.
Yang penting, kata dia, tahu hasilnya. Itulah yang menjadikan generasi 'kalkulator', yang malas menjadikan logika matematika untuk memudahkan kehidupan. "Dengan kemampuan berlogika, suatu kasus bisa dimodelkan dengan rumusan matematis, sehingga mudah dipecahkan," ucap Thomas
Fisikawan Yohanes Surya menilai persoalan 4X6 atau 6X4 ini adalah sebuah kesepakatan dalam matematika dan bukan benar atau salah.
Melalui akun facebook resminya, Yohanes mengajak untuk latihan mengekspresikan sebuah perhitungan dalam bahasa matematika. Ia memberi satu contoh: ada 2 kotak yang masing-masing berisi 4 jeruk.
Bila ditulis dalam operasi penjumlahan, yakni 4+4. Namun, dalam operasi perkalian, maka 2 kotak yang masing-masing berisi 4 jeruk itu ditulis 2X4.
"2x4 jeruk = 4 jeruk+ 4 jeruk," tulis Yohanes dalam akun Facebook-nya, Selasa (23/9/2014).
Dengan logika tersebut, lanjut dia, maka 6x4 = 4+4+4+4+4+4. Dan 4x6 = 6+6+6+6.
"Ketika menghitung 6x4 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 6 kotak berisi masing-masing 4 jeruk. Jadi 6x4 = 4+4+4+4+4+4," papar dia.
"Ketika menghitung 4x6 kita membayangkan menghitung jumlah jeruk dalam 4 kotak berisi masing-masing 6 jeruk. Jadi 4x6 = 6+6+6+6. Matematika itu GASING --Gampang AsyIk menyenaNGkan," tandas Yohanes.
Dosen Matematika ITB Iwan Pranoto menilai 4X6 dan 6 X 4 sama saja. Karena itu, jawaban 4+4+4+4+4+4 = 4X6 tidak bisa serta-merta disalahkan.
Dalam kultwitnya di @iwanpranoto, Selasa 23 September 2014, Iwan memberi ilustrasi. Ia mencontohkan, bila pertanyaan guru adalah "Jika 2x3 = 3+3, tentukan 3x4", maka jawaban yang seharusnya adalah 4+4+4. "Jika dengan pertanyaan ini anak jawabnya 3+3+3+3, barulah salahkan," katanya lewat akun Twitter-nya.
Namun, Iwan mengungkapkan, bila pertanyaannya hanya 3x4, maka anak bisa menjawab 3+3+3+3 atau 4+4+4. Semuanya benar.
Dengan demikian, didasarkan pada pendapat Iwan, 4+4+4+4+4+4 bisa saja dinyatakan 4x6 atau 6x4 dalam operasi perkalian. Karena itu, jawaban alam tugas Matematika adik Erfas seharusnya tak dapat disalahkan.
"Cara bertanya guru Matematika di Indonesia mungkin salah. Juga cara mengoreksinya salah," kritik Iwan.
Tak hanya itu, Iwan juga mengomentasi pendapat Yohanes Surya. Menurutnya apa yang dipaparkan sang fisikawan itu merupakan ilmu alam bukan ilmu matematika.
"Di ilmu alam, kita mengamati alam, lalu berteori. Di matematika, kita berteori dan bernalar dengannya, menjelajah berbagai inferensinya," tulis Iwan.
Jika mendefinisikan perkalian dengan situasi di alam atau kejadian di kenyataan, jelas Iwan, perkalian akan menjadi gagasan yang tergantung alam. "Math is not like that."
Dia menambahkan dalam ilmu alam, bila teori berbeda dengan kenyataan, maka teori itu gugur. Namun, dalam Matematika, bila pernyataan berbeda dengan kenyataan, tak serta-merta salah. "Math is not about the nature," ungkapnya.
"Secara becanda, matematikawan akan berkata bahwa karena alam/semesta yg tak ideal, akhirnya teori matematika tak sesuai dengan fenomena alam. Yang salah itu alam/semesta, bukan salah matematikanya karena matematika lebih ideal dari kenyataan/alam. Persamaan/pernyataan matematika itu kekal. Lebih kekal dari alam," pungkas Iwan.
Kecaman keras disampaikan Humas Kemendikbud Ibnu Hamad terhadap sang guru. Dia menilai kasus itu sebenarnya siswa telah menggunakan nalarnya.
"Itukan nalar dia, harusnya penalarannya dihargai gurunya, selama masih masuk nalar boleh dong, kecuali hasilnya menjadi kurang," kritik Ibnu.
Harusnya, kata Ibnu, sang guru yang telah mendapat pelatihan Kurikulum 2013 itu mengimplementasikan dengan baik pada siswa. Untuk itu, dia segera mengingatkan Dinas Pendidikan terkait agar menindaklanjuti kasus ini.
"Harusnya dia tahu apalagi guru kelas 1,2,4 dan 5 sudah pernah ikut pelatihan kurikulum," bebernya.
"Dalam kasus itu, bisa saja si siswa memberikan jawaban sesuai penalarannya, yaitu 4x6 atau 6x4. Itu nggak salah, karena dalam penalaran enggak harus memberikan satu jawaban. Jika dia penalarannya mengasosiasikan 4x6 bisa benar, 6x4 juga benar," beber Ibnu.
Mohon Maaf
Setelah memunculkan perdebatan seru antara sejumlah pakar, kini Erfas meminta maaf. Maafnya tersebut dialamatkan kepada guru. Namun dia tak menyebut, siapa guru yang dimaksud.
"Mohon maaf, saya sudah menghebohkan media sosial beberapa hari terakhir ini. Baru saja saya mengkonfirmasikan ini kepada guru. saya juga sudah meminta maaf sebesar-besarnya kepada beliau," tulis Erfas melalui akun Facebook-nya, Selasa (23/9/2014).
"Sekali lagi saya mohon, jangan ada yang menyalahkan guru karena guru sudah mengajarkan sesuai konsep dan buku yang ada. Sang guru juga tidak menyalahkan pendapat saya."
Dia mengakui, kurikulum 2013 saat ini sangat baik. Namun bagi mereka yang tak pernah mencicipi sistem pendidikan -- seperti yang tengah dilalui adiknya ini -- akan kesulitan untuk beradaptasi.
"Mungkin banyak orangtua yang bingung mengenai kurikulum 2013 karena mata pelajaran di kurikulum ini dicampur. Misal matematika, IPA, IPS, bahasa Indonesia, PPKN, dll dilebur menjadi tematik," tukas dia.
"Misal, dari dulu kita terbiasa menuliskan resep obat 3x1, dibaca tiga kali sehari, satu butir. Bayangkan bila dari dulu resep penulisan obat adalah 1x3, dibaca satu butir, tiga kali sehari. semuanya 1+1+1. Kembali lagi ini semua adalah tentang kebiasaan," ujar Erfas.
Advertisement