Liputan6.com, Jakarta - Dengan suara berat dan sedikit bergetar Anas Urbaningrum menantang Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) untuk melakukan sumpah mubahalah. Menurut mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu, sumpah mubahalah adalah sumpah kutukan di mana yang bersalah harus siap menerima kutukan.
"Mohon izin Yang Mulia, saya mohon izin Majelis Hakim melakukan sumpah mubahalah. Siapa yang salah akan sanggup menerima kutukan," ujar mantan ketua PB HMI ini di penghujung sidang di PN Tipikor Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Anas menantang melakukan sumpah mubahalah, karena kata Anas, dia dan juga pihak yang terlibat dalam sidang yakni jaksa penuntut umum dan majelis hakim punya keyakinan atas pembelaan, tuntutan dan putusan masing-masing.
Advertisement
Namun permintaan ini tak digubris hakim. Hanya berselang beberapa menit setelah Anas menyampaikan tantangan tersebut, majelis hakim langsung menutup sidang.
Sidang Anas kali ini merupakan sidang terakhir di pengadilan negeri. Politisi Demokrat itu dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta dalam kasus dugaan menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lain, serta kasus pencucian uang.
Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta agar Anas dihukum 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan subsider 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak politik Anas namun yak dipenuhi hakim.
Meski lebih ringan, Anas dan para pendukungnya dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tampak keberatan. Selain meminta waktu seminggu untuk berkonsultasi dengan keluarga dan beristikharah, Anas juga menantang melakukan sumpah mubahalah yang langsung disambut teriakan para pendukungnya.
Anas menjalani sidang vonis setelah menjadi pesakitan di ruang sidang Tipikor sejak 30 Mei 2014. Selama proses hukumnya bergulir, Anas didampingi pengacara senior Adnan Buyung Nasution. Selama persidangannya itu, jaksa telah menghadirkan 250 saksi. Termasuk rekannya di Demokrat yang juga menjadi tahanan, Muhammad Nazaruddin.
Meski telah membela diri dalam pleidoi setebal 80 halaman, hakim tetap menjebloskan Anas ke hotel predeo.
Dalam sidang vonis ini, hakim juga menuntut mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu membayar ganti rugi kepada negara.
"Menghukum terdakwa Anas Urbaningrum untuk membayar uang biaya pergantian kerugian negara sebesar Rp 57.590.330.580 dan US$ 5.261.070 dengan ketentuan apabila terdakwa tak membayar uang tersebut dalam waktu 1 bulan, sesudah putusan pengadilan ini memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh JPU dan dilelang," ucap majelis hakim.
Hukuman ini juga lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni ganti rugi sebesar Rp 94.180.050.000 dan US$ 5.261.070. Hakim juga tidak mencabut hak politiknya sebagaimana yang terjadi pada mantan presiden PKS Lutfi Hasan Ishak.
Disebutkan oleh hakim, jika Anas tak memiliki harta untuk mengganti uang tersebut, maka Anas akan dikenai hukuman pidana penjara tambahan 2 tahun.
Tak Marah Tapi Sedih
Anas merupakan salah satu politisi Demokrat yang terjerat kasus korupsi dan dijebloskan ke penjara. Politisi Demokrat lainnya yang sudah mendekam di jeruji besi adalah Andi Alfian Mallarangeng, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Hartati Murdaya.
Politisi Demokrat lainnya yang sudah menjadi tersangka adalah anggota DPR Sutan Bhatoegana dan terakhir mantan menteri ESDM Jero Wacik.
Kasus Anas sendiri bergulir sejak mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ‘bernyanyi’ tentang orang-orang yang terlibat dalam kasus proyek Hambalang. Di antaranya mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan Anas.
Anas telah mati-matian membantah. Dalam pernyataannya di Kantor DPP Demokrat, Jumat 9 Maret 2012, Anas bahkan menantang bersedia digantung di Tugu Monumen Nasional (Monas) jika terbukti terlibat korupsi.
“Saya yakin. Yakin satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas,” kata dia.
Dalam pembelaannya setebal 80 halaman yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 18 September 2014, Anas mengatakan banyak tuntutan jaksa yang tidak berdasarkan hukum, bahkan cenderung berbau politik. Puncaknya, kata Anas, yaitu saat jaksa menuntut agar hak politiknya dicabut.
"Sungguh tidak rasional, absurd, mengada-ada dan hanya berdasarkan cerita kosong seorang saksi istimewa M. Nazaruddin," kata Anas.
Dia juga mengungkapkan penyesalannya menerima dorongan rekan-rekannya untuk maju sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada kongres di Bandung 2010 lalu.
Kini, beberapa saat sebelum sidang vonis dimulai, Anas kembali membela diri. Dia mengatakan tidak terkait sama sekali dengan proyek pembangunan Hambalang. "Kembalikan ke fakta-fakta persidangan, tidak ada sebiji sawi pun yang terkait Hambalang," ujar dia.
Namun bantahan Anas tak mempengaruhi hakim dan tetap memvonisnya bersalah. Majelis hakim yang diketuai Haswandi mengatakan, Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara berlanjut dan berulang-ulang dalam kapasitas jabatannya sebagai anggota DPR.
Anas mengaku tak marah dengan putusan tersebut. "Apakah saya marah? Saya tidak marah. Saya hanya tidak bahagia karena fakta-fakta persidangan tidak dianggap, karena fakta-fakta hukum dan kebenaran itu diremehkan," ujar dia usai sidang.
Kendati tak marah, Anas mengaku sedih dengan vonis yang dijatuhkan kepadanya. "Sedihnya bukan karena saya, sedihnya karena keadilan diremehkan," tutur dia. Anas mengaku akan terus mencari jalan agar mendapat keadilan yang diyakininya.
"Apakah ini akan menghentikan ikhtiar saya? Jawabannya tidak. Saya akan terus berikhtiar untuk mencari dan menemukan keadilan karena saya yakin betul keadilan itu ada waktunya nanti, ada masanya nanti akan menang."
Putusan tak sesuai tuntutan, KPK mengatakan akan mengajukan banding. "Pimpinan KPK dipastikan akan mengajukan banding bila hukumannya di bawah 2/3 tuntutan, apalagi menurut kami dakwaan ke-1 primer dan ke-3 juga berhasil dibuktikan JPU," ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Rabu 24 September 2014.
Apalagi, kata Bambang, hakim berhasil membuktikan Anas bersalah. "Hal penting lainnya, Anas melakukan tipu muslihat dengan menyembunyikan begitu banyak hasil kejahatannya itu dengan mengalihkannya atau menyembunyikan pada keluarganya sendiri hingga mertuanya," tutur Bambang.
Masih kata Bambang, kekayaan Anas yang melonjak sejak menjadi anggota DPR beberapa tahun, yang masuk dalam dakwaan KPK, akhirnya terbukti.
"Hanya dengan menjadi anggota DPR beberapa tahun serta Ketua Partai beberapa tahun saja tapi berhasil mengumpulkan kekayaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan bila dibanding dengan profil penghasilannya," pungkas Bambang Widjojanto. (Ans)