Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar uji materi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemerintah dan DPR. Uji materi itu diajukan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi dan Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ).
Dalam sidang ini, Direktur Ligitasi Peraturan dan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi selaku perwakilan Menkum HAM dan Menteri Dalam Negeri mematahkan dalil-dalil Pemohon. Bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh rakyat tidak inkonsitiusional atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila.
Mualimin mengatakan, bahwa‎ UUD 1945 telah menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Pemilihan umum (Pemilu) sebagai salah satu pilar demokrasi merupakan wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis.
"Salah satu wujud nyata dari kedaulatan rakyat adalah dengan diselenggarakannya pemilu , baik untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD maupun untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-Undang," ujar Mualimin yang hadir sebagai perwakilan pemerintah dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/9/2014).
Mualimin mengatakan, sejak berlakunya UU Pemda, pilkada juga dilaksanakan secara langsung oleh rakyat yang berasaskan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Menurut Mualimin, secara yuridis pelaksanaan pilkada merupakan penjabaran yang diamanatkan dari ketentuan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 untuk melaksanakan pilkada secara langsung.
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 itu berbunyi: "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota‎ dipilih secara demokratis".
Kata Mualimin, frasa 'dipilih secara demokratis' itu dirumuskan oleh pembentuk Undang-Undang untuk memberikan pilihan yang tepat kepada rakyat. Ketentuan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 mengandung arti mengharuskan kepala daerah harus dipilih secara demokratis.
"Dan harus memiliki ukuran-ukuran tertentu seperti adanya pengakuan dan perlindungan HAM, adanya kepercayaan masyarakat terhadap pilkada langsung, dan terdapat persaingan yang adil dari peserta pilkada,"‎ ujarnya.
"Pilkada secara demokratis dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama, oleh DPRD. Kedua, secara langsung oleh rakyat. Namun, makna pilkada menurut UUD 1945 adalah pilkada yang dilakukan secara langsung oleh rakyat," ucap Mualimin.
Sebelumnya, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ) mengajukan uji materi mengenai aturan pilkada langsung yang tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda dan‎ UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemerintahan dan DPR ke MK. Mereka mempersoalkan Pasal 56 ayat 1 UU Pemda dan Pasal 1 angka 4 UU Pemerintah dan DPR.
Pasal 56 ayat 1 UU Pemda berbunyi: "Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil."
Pasal 1 angka 4 UU Pemerintah dan DPR berbunyi:‎ "Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945."
Pemohon menyatakan, bahwa hak-hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan atas ketentuan dalam pasal-pasal tersebut. ‎Kedua pasal itu tidak ditegaskan adanya pemilihan langsung atau frasa "dipilih secara langsung". Melainkan hanya ditegaskan secara limitatif dengan frasa "dipilih secara demokratis".
Pemohon menilai, kedua pasal itu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 18 ayat (4) serta Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945. Karenanya, Pemohon meminta MK menyatakan kedua pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. (Mut)
Kemenkumham Patahkan Dalil Pemohon Pilkada Melalui DPRD
Direktur Ligitasi Peraturan dan Perundang-Undangan Kemenkumham menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat.
Advertisement