Liputan6.com, Jakarta - Keputusan DPR yang mengesahkan pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD menuai kecaman dari berbagai pihak karena dianggap mengebiri suara rakyat. Demokrasi di Indonesia dinilai kembali mengalami kemunduran.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Indonesia (Sigma) Said Salahuddin menyatakan, pilkada melalui DPRD atau pemilihan secara tidak langsung tetap demokratis. Sebab hal itu diatur di dalam konstitusi.
"Dalam konstitusi demokratis. Ini cuma soal pilihan. Kita mau langsung atau DPRD," kata Said dalam diskusi 'Drama Paripurna' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/9/2014).
Said mengungkapkan, pihak-pihak yang memihak pada pilkada melalui DPRD tidak boleh disebut inkonstitusional. Sebab itu tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Putusan MK mengatakan pemilihan secara langsung bukan satu-satunya cara yang konstitusional," ujar Said.
Namun Said menyatakan bagi mereka yang tidak setuju dengan putusan pilkada melalui DPRD bisa mengajukan gugatan ke MK. "Bagi masyarakat yang tetap pro-pilkada langsung, peluang yang mempermasalahkan itu di MK," tandas Said.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menolak keras undang-undang tersebut. Untuk itu, pihaknya akan mengajukan judicial review atau peninjauan kembali UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga
Pengacara Muhammad Andi Asrun yang mewakili 17 buruh harian, lembaga survei dan bupati serta DPRD juga akan mendaftarkan pengujian UU Pilkada ke MK.
Advertisement
MK menyatakan siap menerima dan mengadili permohonan pengujian UU tersebut. Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan tidak ada persiapan khusus menghadapi gugatan UU Pilkada yang baru disahkan DPR pada Jumat dini hari.