Sukses

Lingkar Madani: SBY Repotkan Rakyat Gugat UU Pilkada ke MK

Lingkar Madani Indonesia menilai, jika SBY menolak menandatangani UU Pilkada, maka akan mempersulit rakyat mengajukan uji materi ke MK.

Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa dirinya berat menandatangani UU Pilkada yang telah disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna pada Jumat dini hari 26 September silam, dianggap sekadar pencitraan.

"SBY ini mengatakan jika tidak mau tanda tangan (UU Pilkada), biar kesannya heroik. Walaupun tidak ditandatangani UU Pilkada tetap baku, cuma tidak tercatat dalam Lembaran Negara," ujar Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti di Gedung Menteng Huis, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Minggu (28/9/2014).

Bahkan menurut Ray, pernyataan Presiden SBY itu dinilai sebagai bentuk kekonyolan dalam mekanisme tata negara. Sebab ia menilai jika penolakan untuk tidak menandatangani UU Pilkada itu akan mempersulit rakyat mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terlebih bila tak tercatat di Lembaran Negara dan tak akan mempunyai nomor di Lembaran Negara.

"Hal itu akan merepotkan kita (rakyat) untuk menggugatnya (UU Pilkada) ke MK. MK tidak akan mau menyidangkan UU yang tidak jelas nomornya di Lembaran Negara," jelas dia.

Di samping itu imbuh Ray, pernyataan tersebut juga merupakan kebohongan lain Presiden SBY. "Ini kebohongan SBY lagi kepada rakyatnya. Setelah membuat golnya UU Pilkada mau membuatnya tidak bisa digugat ke MK," pungkas Ray Rangkuti.

Seperti dilansir dari Setkab.go.id, Presiden SBY mengaku berat menandatangani UU Pilkada. Sebab, UU Pilkada dinilai bertentangan dengan UU Pemda.

"Bagi saya, berat untuk menandatangani UU Pilkada oleh DPRD, manakala masih memiliki pertentangan secara fundamental, konflik dengan UU yang lain. Misalnya UU tentang Pemda," kata SBY dalam keterangan pers di The Willard Hotel Washington DC, Amerika Serikat, Sabtu 27 September 2014.