Sukses

OC Kaligis Layangkan Gugatan UU Pilkada ke MK

Menurut OC Kaligis, UU Pilkada bertentangan dengan Pasal 28I dan Pasal 28D ayat 3 UUD 1945.

Liputan6.com, Jakarta - Penolakan terhadap UU Pilkada terus berlangsung. Penolakan antara lain datang dari pengacara kondang, OC Kaligis. Dia menolak dengan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) siang hari ini.

"Makna demokrasi sering diartikan ‎bagian dari prinsip ketatanegaraan yang bersifat fundamental. Oleh karena itu, perlu pendekatan filosofis dan historis agar mendapat rumusan yang sejalan sesuai nilai-nilai yang ideal," kata Kaligis di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9/2014).

Masih kata Kaligis, UU Pilkada membuat 10 tahun pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sia-sia. Rakyat hanya menikmati sekejap pemilihan langsung yang menjadi bagian demokrasi. Kaligis juga mempertanyakan munculnya 10 syarat yang diajukan Partai Demokrat.

"Mengapa baru sekarang 10 syarat tiba-tiba muncul? Mengapa tidak waktu pemilu terjadi di masa pemerintahan SBY? Sebelumnya, Demokrat tidak pernah membahas 10 syarat tersebut," ujar Kaligis.

Dia menjelaskan, tidak ada lagi tawar menawar dalam praktik ketatanegaraan yang menganut prinsip kedaulatan rakyat. Rakyat harus memiliki hak pilihnya sendiri.

"Makna kedaulatan di tangan rakyat memiliki arti filosofis bahwa negara diciptakan dan diselenggarakan atas legitimasi rakyat. Oleh karena itu, prinsip kedaulatan rakyat tak terbantahkan dalam perkembangan negara hukum yang demokratis," tegas Kaligis.

Menurut Kaligis, UU Pilkada bertentangan dengan Pasal 28I dan Pasal 28D ayat 3 UUD 1945. Di mana UU Pilkada dinilai telah merenggut hak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan dan ‎hak asasi manusia.

"Fakta-fakta sejarah sistem demokrasi kita yang menerapkan demokrasi langsung merupakan koreksi dasar sistem yang diterapkan oleh DPRD ketika tahun 1999," tutup Kaligis.

UU Pilkada telah menuai kontroversi sejak masih berupa draft RUU. UU yang diusulkan oleh Kementerian Dalam Negeri ini umumnya ditolak oleh masyarakat dan koalisi partai pendukung Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Puncak penolakan ketika RUU akhirnya disahkan DPR pada Jumat 26 September 2014 dini hari, dalam sidang  paripurna DPR. UU ini berhasil disahkan setelah anggota Fraksi Partai Demokrat walk out (keluar) dari ruang sidang. Sikap Fraksi Demokrat  ini kontan membuat Ketua Umumnya, SBY menjadi bulan-bulanan.

Presiden SBY dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas terbitnya UU Pilkada. Sebab, sebelumnya partai ini menyatakan mendukung pilkada langsung. (Ans)