Liputan6.com, Jakarta - Sidang perkara dugaan kekerasan seksual 5 petugas kebersihan Jakarta International School (JIS) terhadap bocah A berumur 6 tahun, jaksa penuntut menghadirkan 3 saksi dalam persidangan yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun 3 saksi yakni Risk Management Operations Manager JIS David, Nenek korban A, Maria Josephin, dan Supervisor OB dari ISS, Hasan Basri. Maria dalam persidangan membeberkan soal kasus cucunya yang menjadi korban kekerasan seksual.
"Dalam persidangan saya menceritakan secara detail tentang kasus cucu saya, sepengetahuan saya, serta sikap cucu saya setelah kejadian. Saya melihat bahwa dia benar-benar trauma," ujar Maria.
Maria sendiri, salah satu anggota keluarga yang mengantar cucunya, bocah A menjalani visum pertama kali di salah satu klinik di kawasan Jakarta Selatan.
Fakta Baru
Sementara salah satu pengacara Virgiawan Amin, Saut Irianto Rajaguguk mengungkapkan, sidang lanjutan kasus JIS ini kembali menguak sejumlah fakta baru. Di hadapan majelis hakim, saksi David menyampaikan beberapa hal yang mengejutkan.
"Sebagai contoh pada 3 April 2014 malam, saksi melihat ibu korban A, berinisial P mendengar dan menyaksikan penyiksaan dan makian terhadap terdakwa Virgiawan Amin dan Agun Iskandar di unit PPA Polda Metro Jaya," kata Saut usai persidangan.
Selain itu, kata Saut, David juga melihat wajah Zainal Abidin dan Syahrial lebam dan berdarah pada 26 April 2014, sebelum konferensi pers digelar Polda Metro Jaya pada hari yang sama.
"Kesaksian David hari ini semakin membuktikan bahwa tindak kekerasan dan penyiksaan kepada terdakwa oleh penyidik memang terjadi dan terbukti. Akibat kondisi terdakwa yang penuh luka itulah saat konferensi pers pada 26 April lalu wajah para terdakwa ditutup dengan karton," papar dia.
Sementara pengacara terdakwa Virgiawan Amin dan Agun lainnya, Patra M Zen meminta Komnas HAM segera menginvestigasi dan membentuk tim pencari fakta, menyusul kesaksian David mengenai dugaan penyiksaan dan kekerasan yang diduga dilakukan penyidik kepada para terdakwa.
"Apalagi berbagai fakta yang terungkap di persidangan dari sejumlah saksi yang telah dihadirkan semakin menunjukkan bahwa kasus ini sesungguhnya tidak pernah terjadi," papar dia.
Menurut Patra, banyak cerita dari ibu bocah A yang pada awalnya sangat menggugah emosi publik maupun media, dan selalu menghakimi para petugas kebersihan JIS sebagai pihak yang pasti bersalah.
Advertisement
"Setelah fakta-fakta medis terungkap di persidangan, ternyata hanya cerita kosong tanpa diperkuat fakta. Kekerasan ini terjadi karena penyidik ingin memaksakan kepada para terdakwa untuk menyetujui Berita Acara Pemeriksaan (BAP)," ujar dia.
Karena itulah para terdakwa mencabut semua keterangan di BAP di persidangan. Mereka menandatangani BAP dalam posisi penuh ancaman. "Padahal petugas kebersihan ini saya yakin tidak melakukan apa yang dituduhkan itu," tandas Patra.
Dalam persidangan Senin 29 September lalu, sejumlah keterangan ibu bocah P, dipatahkan oleh saksi dokter spesialis anak Narain Punjabi dari Klinik Medika SOS.
Narain adalah dokter referensi JIS yang telah memeriksa A pada 22 Maret 2014. Dalam keterangan saksi Narain bahwa tidak ada penyakit seksual menular kepada bocah A.
Selain fakta medis tersebut, lanjut Patra, ibu bocah A juga memberikan keterangan berbeda dengan kondisi yang sesungguhnya terjadi pada anaknya. (Ans)