Liputan6.com, Jakarta - Fenomena gerhana 'bulan merah' yang diperkirakan muncul pada Rabu 8 Oktober menarik banyak masyarakat untuk menyaksikannya. Terutama karena warna bulan yang tak seperti biasanya -- merah.
"Warna merah pada bulan yang sedang mengalami proses gerhana bisa menjadi indikator kualitas udara di suatu kota, kata pengamat Cecep Nurwendaya di Jakarta Rabu 8 Oktober 2014 malam.
Astronom sekaligus narator Planetarium dan Observatorium Jakarta itu menuturkan, merah tidaknya warna gerhana bulan tergantung kepada tingkat polusi udara suatu kota.
"Semakin kotor polusi di tempat kita, maka semakin indah warna gerhana," kata Cecep ketika jumpa pers.
Warna gerhana bulan akan semakin merah jika tingkat polusi suatu kota itu tinggi. "Jadi jangan bangga (jika melihat gerhana bulan merah), seharusnya kita sedih," canda Cecep.
Sementara di daerah yang polusi udaranya lebih rendah, warna gerhana bulan akan lebih cenderung kekuningan, kata Cecep yang pernah menjadi asisten peneliti di Observatorium Bosscha, Lembang tersebut.
Warna merah ditimbulkan karena polusi terdiri dari gas dan debu yang mempunyai sifat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening).
"Peristiwa tersebut serupa dengan ketika terbenamnya matahari dan ketika terjadi letusan gunung berapi, abu dari gunung berapi itu menutup langit dan akan 'memerahkan' matahari," jelas Cecep.
Gerhana bulan total yang termasuk langka, --disebut Gerhana Bulan Tetrad, menghiasi langit Indonesia pada Rabu petang pukul 15.15.33 WIB hingga 20.33.43 WIB.
Peristiwa gerhana bulan total tersebut bisa disaksikan oleh semua pengamat di wilayah Indonesia, namun di wilayah Jakarta, tahapan gerhana dapat dilihat mulai saat bulan terbit di ufuk Timur sekitar pukul 17:42:48 WIB.
"Ketika itu bulan sudah pada kondisi gerhana bulan total ditandai dengan warnanya yang merah tembaga," kata Cecep.
Gerhana bulan total berlangsung selama 58 menit dan 50 detik dengan awal gerhana bulan total terjadi pada 17.25.10 sedangkan akhir gerhana total pada 18.24.00 WIB.
Namun demikian hingga pukul 18.30 WIB langit Jakarta tertutup awan sehingga menyulitkan pengamatan terhadap gerhana bulan.
Pada kesempatan tersebut, Planetarium dan Observatorium Jakarta menyiapkan sejumlah teleskop bagi siswa dan guru yang berkeinginan untuk melihat langsung peristiwa gerhana bulan tersebut.
Menurut peta gerhana bulan total dari Planetarium dan Observatorium Jakarta, gerhana bulan dapat diamati juga di wilayah Asia Timur, Australia, Lautan Pasifik dan sebagian wilayah Amerika.
Salah satu keistimewaan gerhana 'bulan merah' pada Rabu 8 Oktober 2014 adalah merupakan bagian dari untaian empat gerhana bulan total yang berurutan. "Ini adalah rangkaian gerhana bulan total kedua," papar dia.
Gerhana bulan kali ini adalah bagian dari rangkaian 4 gerhana bulan total yang berurutan (gerhana bulan tetrad). Dalam periode 2 tahun, mulai 15 April 2014 hingga 28 September 2015. Dua gerhana terjadi pada 2014 dan dua lainnya pada 2015.
Gerhana Bulan Tetrad tergolong langka karena dalam seribu tahun di milenium ketiga hanya terdapat 32 kali fenomena tersebut. (Ant)